Lihat ke Halaman Asli

Gilang RafiChandra

I'm a part of mastertrack magister management Binus University

Fenomena Jastip, Siapa Mau Tanggung Beban Kerugian Negara?

Diperbarui: 13 Maret 2020   18:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Fenomena impor di negara Indonesia kian melejit. Tak bisa dipungkiri jika era yang semakin canggih ini menawarkan kemudahan dalam bertransaksi berjangka global. 

Situs online menjadi pasar baru bagi produsen untuk menjajakan barangnya, membuat masyarakat kian tergiur. Mengkonsumsi barang impor layaknya menjadi hal yang lumrah bagi masyarakat, mulai dari barang primer sampai tersier dipercayai barang impor memiliki kualitas paling baik. 

Menurut data yang didapat dari kementrian keuangan RI kinerja impor indonesia pada akhir januari 2020 berada pada angka 14.28 (US$ Miliar) dan ekspor pada angka 13.41 (US$ Miliar) hal ini berarti masih terjadi deficit karena lebih besarnya angka impor.

Tantangan pemerintah pun bertambah seiring dengan perkembangan zaman, beredarnya jastip (re:jasa titip) membuat tidak sedikit pertahanan akan penyelundupan kecolongan. 

Berkembangnya jastip dimulai ketika seseorang yang kerap bepergian keluar negeri membelikan sejumlah barang sesuai yang dipesankan dengan uang tambahan sebagai jasa telah membelikan barang pesanan. 

Melihat sumber pendapatan yang menggiurkan akhirnya fenomena jastip pun menjamur, kisaran bayaran jasa untuk setiap pembelian barang pun bervarian, dari harga rendah hingga tertinggi. Tinggal bagaimana konsumen cermat memilih jasa titip yang akan dipilih.

Alasan. Banyak masyarakat yang menggemari jasa yang ditawarkan oleh jastip ini, tak heran jika barang belanjaan yang dibei jastip berjumlah puluhan barang dengan varian harga murah hingga harga yang sangat tinggi. 

Masyarakat merasa terbantu karena dengan mudah mendapatkan barang impor yang diinginkan tanpa harus pergi keluar negeri yang harus merogoh ongkos yang mahal, belum lagi pengurusan dokumen-dokumen yang harus disiapkan ketika harus pergi keluar negeri. Maka jastip dinilai sebagai perantara yang baik dan langkah praktis dalam mendapatkan barang yang diinginkan.

Namun, terdapat fakta yang sungguh membuat miris, banyak pelaku jastip yang hanya mementingkan keuntungan tanpa berfikir terhadap kerugian negara yang dapat timbul akibat tindakannya tersebut karena lalai terhadap aturan yang telah ditetapkan cukai barang impor yang masuk. 

Hal ini termasuk tindakan penyelundupan dan merujuk pada UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, penyelundupan adalah tindakan pidana ringan juga berat jika dalam dikategorikan dalam kondisi tertentu. 

Dalam pasal 102 huruf a setiap orang yang mengekspor barang tanpa menyerahkan pemberitahuan pabean, dan pasal 102 huruf b, membongkar barang impor di luar kawasan pabean atau tempat lain tanpa izin kepala kantor pabean. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline