" In the Latin America the border between soccer and politics is vague, there is a longlist of government that have fallen or been overthrown after the defeats of national teams". Ujar pemain uruguay terbaik sampai saat ini Luis Suarez. Dirinya mengatakan hal tersebut karena untuk negara di benua Amerika Selatan, Sepakbola dianggap berbanding lurus dengan pemerintah yang berkuasa dimana pada saat bersamaan keberhasilan Tim Nasional di benua tersebut yang juga kebanyakan diisi oleh mayoritas negara berkembang menjadi tolak ukur berhasil atau tidaknya sebuah pemerintahan yang sedang berkuasa.
Dalam hal ini kampanye akan gerakan yang berbunyi seperti "kick politics out of football" ternyata tidak nyata , bahkan beberapa jurnalis sepakbola terkenal di dunia mengatakan bahwa kampanye tersebut adalah sesuatu yang terlalu hipokrit untuk disuarakan karena pada dasarnya datang dari lawan politik dengan pendirian politik yang berbeda.
Menarik untuk membahas beberapa kejadian politis yang memang mempengaruhi sepakbola itu sendiri. Dimana kadang ada kegagalan dan sebuah keberhasilan dalam sebuah pengaruh politik untuk sepakbola itu sendiri dan juga sebaliknya: berikut adalah ulasan beberapa contoh kasus politik sepakbola yang memiliki pengaruh baik dan buruknya:
Belgia dan kegagalan golden generation
2015 adalah puncak negara ini mencapai peringkat 1 FIFA dimana hadir nama-nama dengan potensial yang menjanjikan dimana diprediksi, tim nasional Belgia pada saat itu bisa menjuarai turnamen internasional yang akan mereka hadapi kedepannya seperti euro 2016 dan juga piala dunia rusia 2018. Nama-nama seperti Eden Hazard, Romelu Lukaku, Thibaut Courtois, Kevin De Bruyne ,dan kapten mereka Vincent Kompany pada saat itu sedang berada di masa kejayaan mereka secara bersamaan di masing-masing klub yang dibela oleh mereka pada saat itu. Namun nyatanya tim nasional Belgia pada saat itu hanya mampu meraih perdelapan final di Euro 2016 dimana mereka dipermalukan Wales 3-1 yang hanya mengandalkan beberapa pemain top mereka yaitu Gareth Bale dan Aaron Ramsey. Dan meraih posisi ke 3 di piala dunia 2018, dimana target mereka adalah menjuarai dua turnamen tersebut karena konsisten berada di peringkat 1 fifa
Timnas Belgia sebenarnya diisi oleh pemain yang multikultural, dimana beberapa pemain diisi oleh 2 suku asli negara itu seperti Flemish dan wallon yang menggunakan 2 bahasa yaitu Perancis dan Belanda. Namun karena parlemen Belgia pada saat itu belum memutuskan bahasa induk mereka membuat dampak kepada timnas mereka dimana hal ini menjadi hal yang sensitif jika salah satu bahasa digunakan maka akan terjadi perpecahan linguistik. Dimana pada piala Dunia 2014 pelatihan mereka dibagi 2 sesi dimana sesi pelatihan yang berbahasa Belanda dipimpin oleh Thomas Vermaelen dan Bahasa Perancis dipimpin oleh Axel Witsel.
Dimana pada akhirnya pada saat prestasi yang diraih oleh mereka di Piala Dunia 2018 Staff kepelatihan dan pemain bersepakat untuk menggunakan bahasa Inggris setelah kegagalan mereka di piala euro 2016 hal tersebut terbukti setidaknya memperbaiki posisi mereka yang jauh dari dimana seharusnya mereka berada.
Brasil dan Juara Dunia 1970
Tim nasional Brasil tahun ini adalah tim nasional yang terkenal dengan permainan "Joga Bonitonya" diperkuat dengan nama Pele dan Jorzinho pada saat itu dimana Brazil pada saat itu dipimpin Junta Militer dimana memang politik mereka masuk pengaruh ke dalam banyak aspek tidak terkecuali tim nasional tersebut dimana pelatih mereka pada saat itu Joao Saldanha dipecat karena tidak mau memasukan salah satu pemain favorit presiden mereka Medici yaitu Dario. Dan diganti oleh Mario Zagallo yang dianggap bisa dikontrol, lebih taat dan lebih penurut kepada kepemimpinan junta militer pada saat itu.
Silvio Berlusconi