Lihat ke Halaman Asli

Gilang Nugraha

Jr. Content Writer

5 Alasan Dota 2 adalah Contoh Game E-Sport Ideal

Diperbarui: 16 April 2022   20:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi Hero Magnus di Dota 2. (sumber: Valve via kompas.com)

Industri e-sport mengalami kemajuan pesat ketika semua turnamen mulai ditayangkan di berbagai platform video streaming, sangking pesatnya bahkan industri hiburan terbesar di dunia olahraga yaitu sepakbola merasakan dampaknya lambat laun pasar esport mulai menyenggol tayangan berbayar sepakbola di seluruh dunia. 

Bahkan hal yang paling kontroversial dalam dunia sepakbola yang saat ini tidak terjadi yaitu European Super League pun tadinya ingin menggabungkan basis fans sepakbola dari tim-tim besar untuk nantinya mewadahi tempat bagi para pecinta bola untuk mempunyai satu tempat saja untuk menyaksikan timnya.

Pada beberapa tahun lalu mantan chairman Juventus, Andrea Agnelli sebagai salah satu penggagas dan penggiat ESL yang paling lantang untuk mewujudkannya pun berbicara bahwa industri esports adalah ancaman yang nyata untuk industri sepak bola. 

Bentuknya yang sangat cair membuat para penontonnya tinggal memilih jenis game apa yang dirinya ingin tonton, ya memang kadang berbeda dengan sepakbola yang memungkinkan 90 menit menjadi membosankan, di Esport suatu game cenderung menghasilkan satu tim pemenang dalam setiap permainannya, berbeda dengan konsep liga yang berada di sepakbola.

Berbicara dengan cairnya industri esport yang sangat pesat dari perubahan satu game ke game yang lainnya pun membuat terkadang, industri ini juga memakan korban yaitu mulai sepinya minat pasar terhadap salah satu game yang dulu memiliki hype yang sangat tinggi.

Disini penulis akan menjabarkan apabila salah satu dari pembaca memiliki minat untuk turun menjadi atlet profesional esport, tidak cukup hanya bermodal jago saja pada satu game tapi pemain dituntut untuk tahu seberapa lama karirnya bisa berjalan.

Karena kembali lagi bukan hanya soal skill tapi juga kadang pemain harus tau seberapa lama game tersebut mempunyai peminat dan turnamen akan tetap dilakukan oleh para developer (pembuat game ) tersebut.

Darisini nampaknya Valve (developer dota 2)  lah selaku developer yang memiliki sistem yang paling manusiawi dalam memelihara komunitasnya. 

Salahnya beberapa komunitas gamer cenderung membela berlebihan game yang sedang disukainya, apalagi ketika developer membuat kebijakan yang memberatkan untuk player dan komunitasnya karena sudah terlanjur menyukai game tersebut kita malah seolah-olah ditarik untuk melakukan pembelian dalam game itu yang belum tentu berefek baik untuk kita.

Maka dari itu inilah gamer kadang harus memiliki suara lantang untuk melawan sebuah kapitalisme yang dilakukan oleh para developer game yang bisa menjadi salah satu cabang di esport.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline