Lihat ke Halaman Asli

Aristotahes

Seorang Mahasiswa Tuna Asmara

Distorsi Hukum Era Orba

Diperbarui: 9 Januari 2020   13:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jika kita ingin memperbaiki masa depan yang dibutuhkan yaitu salah satunya dengan cara dengan bermuhasabah atau intropeksi terhadap masa lalu dapat juga diartikan bahwasanya dengan menggunakan ilmu sejarah kita dapat menerapkan nilai-nilai didalamnya untuk membangun kehidupan di masa depan atau masa mendatang untuk yang lebih baik lagi.

Hal inilah yang membuat saya terpacu untuk membahas tentang penyimpangan hukum pada zaman Orde Baru, tak dapat dipungkiri bahwasanya  terdapat Gejolak pro dan kontra pada zaman Orde Baru dimana hal tersebut akan tetap menjadi topik pembahasan yang yang sangat menarik untuk diulas maknanya lebih mendalam.

Ketika kita pertama kali mendengar yang namanya orde baru sudah tidak asing lagi dengan tokoh terkenal yang berjuluk  the Smiling General yang tak lain adalah Soeharto. Dalam pembahasan ini saya memusatkan pembahasan saya pada hukum-hukum yang telah menyimpang atau dapat disebut sebagai distorsi hukum pada zaman Orde Baru sebagai contoh kita dapat mengambil topic yaitu salah satunya penyimpangan Pancasila pada zaman Orde Baru yang penafsirannya itu sangat rancu dan menuai polemik-polemik kontra yang tak berkesudahan.

Dalam hal lain kita juga dapat melihat pada kebebasan pers yang telah dibatasi hal ini menjadi bahan gunjingan terhadap pemimpin negara dan pejabat rakyat karena pers sangat diawasi dengan ketat dan terasa dibelenggu oleh hukum hukum yang berlaku pada zaman Orde Baru dan sebagai contoh terakhir yaitu pelanggaran HAM yang dimana hal tersebut sangat wajar dilakukan pada zamannya hingga rakyat pun jika ingin berbicara tentang pemimpin negara seolah-olah rakyat itu selalu merasa ada yang mengawasi hingga membuatnya memiliki sugesti yang bersifat khawatir.

Hal ini saya pikirkan lebih mendalam karena beberapa contoh yaitu ketatnya aturan pemerintah dan pemimpin negara sifat otoriter dalam bertindak tanduk kepada rakyatnya sendiri misterius yang kemudian dijuluki sebagai "Petrus" penembak misterius dan penculikan aktivis yang hingga saat ini tak ada jalan keluar dan jalan terang untuk mencari kebenaran hakikat nya.

Pokok pembahasan saya yaitu mengacu pada hukum-hukum dan penyelewengan yang terjadi pada zaman Orde Baru yang di mana untuk pertama kalinya Soeharto menggantikan Soekarno dengan menyatakan akan menerapkan nilai-nilai Pancasila dan undang-undang 1945 sebagai kritikan kepada orde lama dengan menggunakan P4 yang berisi Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau dikenal dengan nama Eka Prasetya Pancakarsa. 

Sebenarnya penyimpangan pada Orde Baru menurut saya juga tidak jauh berbeda dengan penyimpangan orde lama sebagai contoh kita dapat mengambil yaitu penyimpangan yang terjadi dalam berbagai bidang termasuk pada konstitusi negara yaitu undang-undang Dasar 1945 dan beberapa hukum yang berlaku ketatanegaraan di Indonesia. 

Soeharto memang memiliki peran vital di dalam negeri ini karena pernah menjadi raja yang memegang tampuk kepemimpinan selama kurang lebih 33 tahun yang membuatnya dapat memusatkan seluruh kekuasaan di tangan Presiden dan dengan Hal inilah banyak orang memiliki pandangan yang kontra termasuk saya sendiri karena hal tersebut memiliki banyak mudharat sebagai contoh dapat menyebabkan seseorang itu menggunakan hak otoritasnya dengan semena-mena dan ditambah lagi dengan adanya kolusi dan nepotisme. 

Dalam penjabaran hal ini kita juga dapat membahas kedalam penyimpangan hukum yang terjadi pada penafsiran Pancasila yang dimana hal tersebut disalahgunakan oleh petinggi-petinggi negara yaitu pemimpin-pemimpin rakyat sebagai simbol kekuasaan hingga nilai-nilai Pancasila menjadi kabur karena banyak praktek yang menyimpang di klaim sebagai fungsi pokok Pancasila sehingga siapapun yang menentang kebijakan tersebut dianggap juga menentang Pancasila Hal inilah yang kemudian menjadi senjata para penguasa negara untuk merampok seluruh kekayaan bumi Indonesia ini yang kemudian menjadi inisiatif dan alat memperkaya diri beserta dalam lingkup keluarga nya. 

Menurut saya penyelewengan terhadap Pancasila juga dapat menguntungkan para penguasa negara pada saat itu untuk menyingkirkan kaum-kaum minoritas dengan menggunakan fungsi Pancasila sebagai alasannya dengan demikian Pancasila telah disalahgunakan sebagai simbol kekuasaan dan dapat mereduksi nilai-nilai sakral yang terkandung dalam Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum yang berlaku.

Kita di sini sama-sama telah mengerti bahwasanya the smiling general juga menggunakan hak politik pada zamannya dengan cara membatasi hak politik dari kubu lain penyimpangan inilah yang membatasi hak-hak politik rakyat, pembatasan hak politik ini dapat kita lihat pada tiga partai politik yang diizinkan oleh pemerintah yaitu PPP, Golkar dan PDIP yang dimana kondisi ini sangat menyimpang dari UUD 1945 mengenai hak dan kewajiban warga negara yaitu mengurangi hak asasi politik dan hak asasi manusia dalam penyelenggaraan politik di Republik Indonesia, pada zaman Orde Baru pemilu bahkan tidak dilakukan secara demokratis karena hanya menjadi alat untuk mengukuhkan kekuasaan presiden untuk dipilih lagi menjadi presiden setelahnya dan seterusnya hingga rakyat berpikir untuk tidak memilih partai manapun karena pemimpinnya sudah dapat diprediksi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline