Lihat ke Halaman Asli

Gilang Dejan

TERVERIFIKASI

Sports Writers

Puisi: Kau adalah Getir

Diperbarui: 5 Mei 2020   04:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Surel darimu nun jauh disana mengubahku jadi lebih plegmatis.
Kudikte lagi, ragaku merasa agung.
Kutilik lagi, teks itu hanya arsip lama.
Dengan instingtifnya, sang melankolis menyita sisa malamku.

Bagai rindu tak bertuan.
Bagai galah-galah kota yang elusif.
Bagai kereta tengah malam.
Menguber kosong dalam nyenyat.

Di tengah ketidakpastian, semua dipaksa hadir.
Di kegelapan, aku meraba.
Kubentangkan parasmu sekali lagi.
Dan cinta memaksaku berdamai.

Datang dan pergi hanya siklus.
Namun perpisahan tanpa ucap?
Kacau. Padahal kau tahu, semua dalam hidup adalah teks. Layak atas penjelasan.
Sebagaimana aku membaca ujung jalan, kegetiran yang syahdu tuk dirayakan.

Kupanggil diktum-diktum Jacques Derrida.
Kuselami narasi cinta.
Katanya, cinta, baik sebagai kata kerja atau benda, akan musnah di hadapanmu.
Kudekap lagi, kegetiran.

(Gilde, 5 Mei 2020).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline