Depresi bukanlah persoalan yang bisa dianggap sepele, sebab depresi bisa menyerang pelbagai kalangan masyarakat. Termasuk pemain sepak bola profesional yang kita kenal hidup berkecukupan sekalipun.
Namun di balik akses kehidupan yang hedonis itu tersingkap beberapa kondisi memprihatinkan para pekerja lapangan hijau ini yakni mereka juga bersahabat dengan kesehatan mental atau depresi.
Association Psychology American mendefinisikan depresi sebagai gangguan yang terutama ditandai oleh kondisi emosi sedih dan muram serta terkait dengan gejala-gejala kognitif. Fisik dan interpersonal.
Sementara dampak depresi menurut John & James, 1990, individu yang menderita depresi aktivitas fisiknya menurun, berpikir sangat lambat, kepercayaan diri menurun, semangat dan minat hilang, kelelahan yang sangat, insomnia, atau gangguan fisik seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, rasa sesak di dada, hingga keinginan untuk bunuh diri.
Asosiasi Pesepak Bola Profesional (FIFPro) menyadari betul betapa bahayanya depresi yang didefinisikan di atas sehingga pada 2015 silam mereka melakukan riset terhadap 826 pesepak bola. Hasilnya sebanyak 38% pemain yang masih aktif bermain mengaku mengidap gejala-gejala yang disebutkan pada definisi depresi di atas.
Hal yang sama juga diderita oleh 35% pemain yang telah memutuskan pensiun dari lapangan hijau. Mayoritas mereka (masih dan pernah) manggung di level atas liga top Eropa, serta pernah mencatatkan caps bagi timnasnya masing-masing.
Seperti dikutip dari BBC, kepala medis FIFPro, Vincent Gouttebarge, berharap riset tersebut dapat jadi alarm untuk perawatan lebih dini terhadap pemain yang terdampak depresi.
Ia juga menyebut peran klub amat dibutuhkan untuk mengedukasi pemain yang hendak pensiun, apa yang mesti eks pemain tersebut lakukan setelah tak lagi bermain sepak bola.
Pada 2016 saja terdapat 62 pemain yang masih aktif bermain dan 98 mantan pemain yang berkonsultasi dan meminta dukungan dari serikat kerja para pesepak bola profesional di wilayah Britania Raya.
Michael Bennet dari Professional Footballers Association (PFA), mengakui bahwa angka tersebut cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
"Jumlah ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Bagi saya, kunci untuk mengatasi hal ini adalah dengan membuat para pemain sadar bahwa ada tempat untuk mereka berkeluh kesah," ungkap Bennet. Seperti dinukil dari Tirto.