Lihat ke Halaman Asli

Gilang Dejan

TERVERIFIKASI

Sports Writers

Memahami PSM dari Kaki Wiljan Pluim

Diperbarui: 12 Desember 2016   22:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by haluan.sumatera.com

PSM Makassar mengawali musim Torabika Soccer Championship 2016 dengan memercayai posisi pengasuh Pasukan Ramang kepada Luciano Leandro. Pelatih asal Brazil sekaligus mantan pemain PSM Makassar dimasa lampau itu pada akhirnya tidak mampu memenuhi ekspetasi. Rasa cinta Luci (sapaan akrab Luciano Leandro) yang begitu besar terhadap klub asal Kota Dieng itu tak cukup untuk memuaskan hati orang-orang Makassar. 

Mungkin Makassar meninggalkan kesan luar biasa dihati Luci selepas ia pensiun dari dunia sepakbola sebagai pemain, sampai-sampai di Brazil ia membangun hotel yang dinamakan Makassar. Sekali lagi, itu tidak cukup untuk membuatnya lebih lama melatih PSM Makassar karena bagaimanapun juga sepakbola membutuhkan kemenangan. Cinta saja tidak cukup, butuh taktik untuk mencapainya.

Hingga pada akhir sebuah keputusan manajemen PSM mengumumkan untuk me-reshuffle posisi tim kepelatihan dengan menunjuk Robert Rene Alberts sebagai nahkoda anyar tim mereka. Pelatih asal Belanda yang tidak asing ditelinga penikmat sepakbola nasional datang disaat tim terpuruk. Namun eks pelatih Arema Indonesia ini tidak banyak merubah komposisi pemain kecuali memulangkan Titus Bonai yang merantau ke klub Karketu Dili FC di Liga Futebol Amadora (LFA), Timor Leste dan mengutak-atik pemain asing. Hasil dari uji lab pemain asing yang akhirnya pantas bergabung dengan strategi Rene Albert adalah satu Brazil (Luiz Ricardo), satu Korea Selatan (Kwon Jun), dan duo Belanda (Ronald Hikspoors-Wiljan Pluim).

Satu nama terakhir begitu memikat perhatian: Wiljan Pluim. Ya, pengatur serangan asal Belanda itu tanpa perlu berlama-lama lagi adaptasi dengan kontur sepakbola Indonesia, ia langsung menggebrak dengan “total voetbal” khas negerinya. Playmaker berkelas yang jarang hadir di sepakbola nasional setelah terakhir kalinya era Ronald Fagundez di Persik Kediri yang mampu bermain memukau seperti demikian. Diketahui kemudian Ronald Fagudez memang berbeda dengan Pluim dari segi posisi, Fagundez biasa menempati sektor sayap. Meski begitu, Pluim dan Gustavo meiliki umpan, pergerakan, dan cara bermain yang sama seperti Fagundez.

Sebetulnya setelah era Fagundez ada beberepa playmaker setipe yang muncul diantaranya Gustavo Lopez yang menjadi aktor tim Arema Cronous namun sayang belum sempat label legenda disematkan kepada pemain asal Argentina itu ia harus bergegas pergi dari Liga Indonesia setelah tak tahan dengan karut marut yang menerpa sepakbola nasional.

Sebelum Pluim ada juga Balsa Bozovic yang datang dari Serbia dan cukup mampu menyeka dahaga kerinduan terhadap playmaker klasik era Fagundez. Namun, seperti Gustavo, Balsa Bozovic pun tak kuat berlama-lama di Indonesia. Ia hanya tampil dari turnamen ke turnamen bersama Persela Lamongan yang lantas membuatnya pergi ke Negeri Jiran untuk mendapat atmosfer kompetisi yang lebih baik. Bozovic juga agak berbeda dari segi posisi dengan Fagundez, Ia seorang playmaker sejati.

Wiljan Pluim memerankan aktor utama dalam permainan yang diterapkan Rene Alberts. Ia salah satu penyambung bola dari lini belakang ke depan yang kuat dalam penguasaan bola. Setiap serangan PSM rasa-rasanya kurang afdol jika tidak melalui Pluim. Kadang juga ia mempertontonkan skillnya dengan menyamar menjadi striker siluman, tiba-tiba berada di kotak penalti lalu mencetak gol atau assist.

Umpan panjang maupun pendek sama akuratnya dengan cara ia membaca permainan lawan.Kefagundezan dalam diri Pluim terasa pekat menempel dan sulit dipisahkan. Tanpa pluim, PSM bukan tidak mungkin tak akan pernah menyentuh urutan klasemen enam sementara ini.

Pemahaman penulis tentang permainan PSM Makassar hari ini adalah pemahaman tentang tipikal bermain Wiljan Pluim. Saat meladeni perlawanan Bhayangkara FC pada senin lalu contohnya, Pluim membuat asa juara yang dimiliki para pemain dari kepolisian itu meredup. Setiap kali Rasyid Bakrie dkk membangun serangan tidak bisa lepas dari kaki Wiljan Pluim dan mampu membuat Indra Kahfi bermain kedodoran dibelakang bahkan sedikit frustasi membaca permainan Pluim (red: PSM).

Tak perlu dijelaskan lebih detail lagi tentang kelebihan yang dimiliki Wiljan Pluim ini, jika ingin memahami Pluim lebih jauh lihat saja permainan penguasaan bola Patrick Viera pada masanya di Timnas Perancis atau Arsenal. Bagi kalian juga yang pernah menikmati sepakbola nasional dijaman Fagundez tentu akan sangat terhibur melihat permainan pemain yang satu ini. Pemain yang kumplit.

Dirasa beruntung sekali Rene Alberts memiliki pemain seperti Pluim yang mampu memimpin anak-anak muda Dieng bermain atraktif diparuh kedua TSC 2016 ini. Tentu siapapun berharap Wiljan Pluim bisa betah di Indonesia. Karena kita tidak ingin kehilangan lagi untuk yang kesekian kalinya pemain asing yang mampu membimbing dan menambah wawasan teknik para pemain muda. Semoga Gustavo Lopez dan Balsa Bozovic menjadi yang terakhir, tidak dengan Wiljan Pluim.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline