Lihat ke Halaman Asli

Nachrowi Ramli; "Pluralisme" Sikap Aplikatif Pancasila

Diperbarui: 12 Januari 2016   20:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hangatnya perbincangan tentang pluralisme dan perdebatan tentang sinkretisme dan relativisme yang dikaitkan dengan konsep tersebut adalah hal yang positif dan patut diglakkan. Yang perlu dijaga barangkali adalah bahwa masing-masing pihak yang berbincang dan berdebat berpedomankan pada prosedur yang baik dan kriteria yang tepat dalam rangka mencari opsi dan solusi terbaik bagi pelbagai permasalahan bersama. Yang harus dihindari adalah masuknya intervensi kekuasaan dan politik dalam perbincangan ini. 

Dalam banyak pandangan ilmuwan sekuler, berbagai kompleksitas hubungan antar umat beragama dengan berbagai standar ganda, klaim kebenaran dan janji penyelamatanya ini sering dianggap bukan hanya sebagai tanda ketidakkritisan dari cara berfikir agma, bahkan merupakan penyebab konflik-konflik agama. Benarkah pluralisme identik dengan sinkretisme dan relativisme?

Untuk mengevaluasi dan menguji ’kebenaran’ pernyataan ini paling tidak tersedia tiga jenis pengujian. Yang pertama adalah uji korespondensi, apakah pernyataan sesuai dengan kenyataan. Kenyataan di mana dan kapan? Pengujian empiris ini bisa dilakukan dengan metodologi dan prosedur penelitian empiris.

Kedua adalah uji konsistensi-koherensi, apakah pernyataan tersebut konsisten dan koheren dengan pernyataan-pernyataan sebelum dan sesudahnya. Jadi ini lebih merupakan pengujian logika-rasionalitas. Para ahli mengatakan jika kedua pengujian ini tidak bisa dilakukan, maka tersedia pengujian ketiga, yaitu uji pragmatis, yang mana di antara pernyataan-pernyataan itu yang lebih berguna dan memiliki utilitas tinggi?

            “Pluralisme merupakan suatu keharusan bagi keselamatan manusia melalui pengimbangan dan pengawasan yang dihasilkannya. Maksudnya, Tuhan menciptakan mekanisme pengawasan dan pengimbangan antar sesama manusia guna menciptakan kedamaian. (Q.S Al-Baqarah: 251). Atau dalam bahasa lain, ada kemutlakan Tuhan dalam menciptakan hal yang multicultural, hadirnya pluralisme dan dialog agama seakan memberikan pemahaman bahwa sebuah agama secara asli bukan hanya berbeda tetap juga bernilai. Tidak hanya bersikap secara terbuka atau toleransi tetapi ada sesuatu yang dibawa lebih dari itu, yakni pluralitas. Artinya, sikap beragama kita terhadap agama lain menentukan kualiatas beragama kita”, ujar Nachrowi Ramli saat penulis temui diKediamanya.

Kebebasan beragama menjadi dinamika yang krusial bagi rakyat Indonesia, dengan munculnya berbagai kasus intoleransi oleh berbagai agama kepada agama lainnya, menunjukkan bahwa kebebasan beragama masih jauh dari cita-cita Konstitusi. Walaupun sudah diatur di dalam Pasal 28E ayat (1) dan (2) UUD 1945 dengan jelas bahwa negara menjamin kemerdekaan atau kebebasan tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan beribadat menurut agamanya masing- masing, Disinlah seharusnya pemerintah mengambil sikap dan kebijakan yang berguna bagi masyarakat luas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline