Mengingatkan saya di awal tahun 2021 ketika Gunung Raung meletus dan mengeluarkan abu vulkanik hingga terdeteksi di Bandara Banyuwangi, sontak Otoritas Bandara Wilayah III Surabaya mengeluarkan NOTAM (Notice To Airmen) yang berisi penutupan Bandara Banyuwangi dalam rentang waktu tertentu. Sehingga maskapai yang sudah memiliki jadwal penerbangan baik menuju Banyuwangi maupun yang akan berangkat dari Banyuwangi dibatalkan. Dan ini tidak hanya satu hari saja namun hingga satu minggu Bandara Banyuwangi ditutup akibat abu vulkanik erupsi gunung raung.
Bisa dibayangkan dari sisi penumpang yang sudah menjadwalkan perjalanannya harus tertunda maupun gagal berangkat akibat peristiwa tersebut. Tentu untuk para penumpang mengalami kerugian baik waktu, tenaga, maupun finacial bagi yang sudah ada terikat bisnis dengan pihak tertentu. Yang terdampak juga tentunya maskapai penerbangan itu sendiri, akibat pembatalan keberangkatan maka maskapai akan mengembalikan biaya tiket penumpang ataupun mengganti dengan armada transportasi lainnya.
Dapatkah kerugian ini bisa dihindari apabila dapat diprediksi bahwa akan terjadi gunung berapi meletus dan ada abu vulkaniknya sampai di area bandar udara. Namun sayangnya peristiwa alam seperti erupsi gunung berapi hingga saat ini masih belum dapat diprediksi kapan akan terjadi erupsi, hanya bisa menentukan level / tingkat status gunung berapi melalui rekaman alat pemantau aktivitas kegempaan di gunung berapi tersebut. Seandainya terdapat gunung berapi yang mengalami erupsi pun belum tentu membuat aktivitas penerbangan terganggu. Apa saja faktor yang mempengaruhi tersebut?
Pertama faktor daya letus, kekuatan letusan juga berpengaruh apabila lemah atau sebaran hanya mencapai di radius tidak sampai bandar udara maka abu vulkanik tersebut tidak berpengaruh terhadap aktivitas penerbangan. Kedua faktor angin di level atas, di level udara atas apabila arah angin yang membawa abu vulkanik tidak menuju bandar udara maka aktivitas penerbangan di suatu bandara tetap normal. Siapa saja pelaku penerbangan ataupun golongan yang terdampak sistemik mikro akibat erupsi gunung berapi.
Pertama perusahaan maskapai penerbangan yang kehilangan penumpang atau gagal berangkat. Kedua penumpang yang sudah memiliki tiket penerbangan. Ketiga pengelola bandar udara, keempat perusahaan jasa transportasi di terminal penumpang. Kelima pelaku usaha mikro, kecil dan menengah di jasa catering, kerajinan, makanan, dan lain-lain. Tips yang dapat digunakan oleh pengguna layanan penerbangan dalam memitigasi mandiri adalah tentu harus lebih waspada atau lebih cermat apabila mengetahui informasi bahwa status gunung berapi di suatu tempat yang akan dilalui oleh aktivitas penerbangan statusnya berada di level minimal waspada. Harus berfikir sarana trasportasi alternatif apabila tiba-tiba gunung berapi tersebut erupsi dan abu vulkaniknya mengganggu aktivitas penerbangan yang akan digunakan.
Dan yang tidak kalah penting dari dampak yang ditimbulkan akibat erupsi gunung berapi adalah ekonomi terhadap masyarakat di lingkungan sekitar gunung berapi.
Kebanyakan gunung berapi dikelilingi oleh area persawahan ataupun perkebunan yang subur. Masyarakat yang tinggal di area tersebut menggantungkan hidupnya dari hasil persawahan maupun perkebunan seperti padi, jagung, kopi, tebu, cabai, sayur-sayuran dan tanaman sejenisnya. Bisa dibayangkan apabila erupsi abu vulkanik menyebar di area persawahan apalagi yang sudah mau panen, tentu dapat merusak produktifitas hasil panen bahkan bisa dikatakan gagal panen.
Masyarakat yang sudah terlanjur memiliki lahan sawah maupun perkebunan di area sekitar gunung berapi tentu tetap berupaya merawat sekuat tenaga disamping berharap adanya bantuan dari pemerintah untuk merevitalisasi lahan yang terdampak erupsi abu vulkanik. Selain aset masyarakat yang terdampak, erupsi abu vulkanik juga menyebabkan jalan tertutup atau tertimbun abu vulkanik apabila erupsinya tergolong besar. Akses jalan yang tertutup tersebut menyebabkan roda perekonomian masyarakat terganggu. Lalu lintas pengiriman pasokan barang ataupun bahan makanan mentah yang biasanya lancar menjadi terhambat sehingga kerugian yang ditumbulkan makin besar. Untuk menghitung besar kerugian ekonomi yang ditimbulkan dari dampak erupsi abu vulkanik tentu membutuhkan kajian yang lebih dalam.
Di sini perlu peran aktif pemerintah maupun masyarakat sekitar gunung berapi untuk meminimalisir kerugian dari dampak erupsi abu vulkanik baik korban jiwa maupun harta. Sistem mitigasi yang dapat dilakukan adalah pertama akses informasi yang mudah didapatkan oleh masyarakat sekitar mengenai status level gunung berapi, kedua jalur evakuasi yang jelas, ketiga sering dilakukan pelatihan evakuasi mandiri.
Untuk pemulihan pasca erupsi yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah pendampingan trauma bagi para korban erupsi gunung berapi, bantuan sosial, dan yang utama adalah bantuan pemulihan aset pertanian maupun perkebunan agar masyarakat dapat memanfaatkan lagi area pertanian dan perkebunannya untuk ditanami kembali sehingga penghasilan masyarakat pasca erupsi gunung berapi tetap berlanjut. Masalah yang sering timbul biasanya penanganan pasca erupsi gunung berapi. Kondisi medan yang rusak akibat abu vulkanik menyebabkan bantuan sering terhambat.