Lihat ke Halaman Asli

Oasis Beasiswa di Tengah Defisit Anggaran

Diperbarui: 6 Oktober 2016   01:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Heboh Dimas Kanjeng menjadi fenomena tersendiri di Indonesia. Seorang lelaki yang bisa menggandakan uang layaknya sihir. Kabarnya dia memiliki uang lebih dari 1 Triliyun di ruang rahasianya dari penggandaan. Akan tetapi fakta tetaplah fakta. Polisi berhasil membuktikan bahwa apa yang selama ini dipercaya adalah ilusi. Jika bukan ilusi, maka jelas Indonesia menjadi negara yang darurat moneter (bukan militer) karena money supply-nya bisa di luar kendali bank sentral.  Ya itu hanya ilusi, jelas ilusi.

Ketika penggandaan uang dalam black magic hanyalah ilusi maka jika hendak memiliki daya beli banyak maka sudah pasti harus kerja keras. Begitupun negara, apalagi Indonesia, negara dengan banyak potensi sekaligus banyak pekerjaan rumah tentu harus bekerja keras. Namun terkadang, usaha yang sudah keras bahkan dengan tax amnesty pun masih belum cukup. Pemangkasan anggaran sebagai pil pahit harus diambil Sri Mulyani sang Menteri Keuangan.

Anggaran pendidikan pun tak luput dari pemangkasan. 20 Triliyun lebih anggaran pendidikan terpaksa harus tidak jadi dikeluarkan. Walau kemudian muncul statement bahwa memang ada kesalahan penghitungan anggaran, dan realistis memang kelebihan 20 triliyun tersebut namun tetap saja belanja pendidikan terpotong.

Padahal di era abad 21 ini, pendidikan adalah salah satu sarana untuk naik kelas. Bagaimana sudah banyak kisah mulai dari anak pemulung hingga pemulungnya sendiri yang kemudian bisa hidup lebih baik karena pendidikan. Terlebih di era ketimpangan yangkoefisien Gini-nya masih di atas 0.40 seperti saat ini, peran pendidikan tentu sangat diperlukan. Khususnya bagi kalangan yang kurang mampu. Karena pada akhirnya mereka yang mampu tentu bisa memberikan gizi baik, pendidikan baik bahkan berbagai macam kursus yang tidak bisa diikuti anak dengan kemampuan ekonomi pas-pasan.

Dengan keterbatasan kemampuan negara yang masih berusaha menaikan pajak di tengah isu tax heaven di negara lain, tentu berbagai macam aksi perusahaan yang berdampak pada masyarakat sangat membantu. Dalam hal ini apa lagi dalam hal pendidikan.

Ya, aku bersyukur saat ini masih bisa mengenyam pendidikan dengan bantuan beasiswa Maybank. Perusahaan yang digawangi Presdir Taswin Zakariya ini telah membantu diriku yang mungkin secara ekonomis harusnya sulit berkuliah menajdi bisa bekuliah.

Selain itu banyak lagi program-program dari swasta yang kemudian membantu. Sebut saja Beasiswa Tanoto Foundation besutan perusahaan milik Sukanto Tanoto yang selain memberikan beasiswa, biaya hidup juga memberikan pelatihan soft skill.  Bahkan beasiswa ini tidak hanya hingga level S1 namun juga ada program S2-nya. Sehingga tidak heran jika program beasiswa ini cukup terkenal di kalangan mahasiswa di Indonesia.

 Selain itu masih banyak lagi, mulai dari perusahaan besar semacam Excel, Semen Indonesia, bahkan tak ketinggalan para alumni yang berbaik hati membantu adik-adiknya. Di sini kita bisa optimis masih ada rasa saling tolong menolong di tengah bisnis yang katanya hanya mengejar untung. Di sini kita masih bisa optimis, walau Kanjeng Dimas ternyata hanya ilusi dan uang tak bisa digandakan secara magic; bahwa masih banyak filantropis di Indoneisa. Mereka yang peduli bagi bangsanya, bagi merah-putih, meskipun kadang tatapan curiga selalu diberikan kepadanya. Semoga makin banyak saja kreasi dari swasta untuk negeri ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline