Laut China Selatan (LCS) sudah menjadi wilayah yang diperebutkan oleh banyak negara-negara seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam, Taiwan, dan tentunya China. Bukan tanpa alasan, LCS merupakan sebuah wilayah yang kaya dengan sumber daya alam seperti minyak dan gas.
Masalah utama dari konflik ini adalah penggunaan garis putus-putus oleh China dalam upaya mereka mengambil seluruh wilayah Laut China Selatan. Bagi Indonesia garis putus-putus ini ini menjadi permasalahan dikarenakan bertabrakan dengan garis EEZ Indonesia di wilayah perairan utara Kepulauan Natuna.
Permasalahan teritorial di wilayah ini telah menyebabkan banyak permasalahan diplomatis hingga dalam satu kasus terjadi penembakan yang terjadi antara Angkatan Laut China dan Angkatan Laut Vietnam di daerah Johnson South Reef pada tahun 1988 yang mengakibatkan jatuhnya korban.
Melihat dari sejarah, garis putus-putus yang diklaim oleh China sebagai wilayah territorial lautnya hanya muncul pada tahun 1936 ketika seorang geografis asal china yang bernama Bai Meichu membuat 11 garis putus-putus yang mengelilingi laut china selatan kemudian dikurangi menjadi 9 garis pada tahun 1953. Namun, pada tahun 2023 china mengeluarkan peta interpertasi terbaru mereka terhadap LCS yang menambah garis ini menjadi 10 dengan mengambil seluruh wilayah taiwan menjadi bagian mereka.
Ekspansi China di Laut China Selatan dapat dilihat dari munculnya banyak pos dan pangkalan militer di berbagai pulau di wilayah Laut China seperti di Kepulauan Spratly dan Kepulauan Paracel. Pangkalan militer ini digunakan untuk memonitor dan memproyeksikan kekuatan mereka di wilayah tersebut, biasanya pangkalan militer China di kedua pulau tersebut memiliki berbagai fasilitas untuk menunjang operasi mereka di wilayah tersebut seperti pangkalan udara, hangar, barak, pelabuhan, dan pemukiman seperti layaknnya kota. Pulau-pulau ini juga dilengkapi dengan peralatan seperti radar, peluncur rudal surface-to-air dan peluncur rudal anti kapal.
Dengan adanya pangkalan-pangkalan ini yang bekerja seperti sebuah FOB (Forward Operating Base), China dapat mengerahkan armada laut dan udaranya dengan efektif dan memperluas jarak operasi dan patrol yang dilakukan oleh China di wilayah tersebut.
Hal ini dapat dibuktikan dengan sebuah kasus pada tahun 2021 dimana pesawat kargo Xian Y-20 dan pesawat Il-76 milik China dalam formasi "tactical" memasuki wilayah udara Malaysia. Keberadaan FOB di Laut China Selatan dan meningkatnya aktivitas dan kapabilitas PLAN (People's Liberation Army Navy), PLAAF (People's Liberation Army Air Force), dan CCG (Chinese Coast Guard) dapat menjadi sebuah ancaman bagi Indonesia.
Dari kasus di atas kita dapat melihat bahwa potensi terjadinya infiltrasi dari pesawat militer lain ke dalam wilayah territorial Indonesia sangatlah besar. Untuk saat ini permasalahan yang harus diselesaikan oleh Indonesia selain dari membeli alutsista modern seperti pesawat tempur Rafale, Kapal Frigate Merah Putih (AH140), Radar Thales GM-403, dan Kapal Selam Scorpene adalah dengan mengubah atau memordenisasikan ADIZ (Air Defence Identification Zone) yang merupakan julukan terhadap ruang udara yang berada di atas batas daratan atau perairan sepanjang 12 nm jika mengacu kepada UNCLOS (The United Nations Convention on the Law of the Sea) di mana identifikasi, lokasi, dan kontrol semua pesawat terbang diperlukan untuk kepentingan keamanan nasional.
ADIZ YANG HARUS DIPERLUAS
ADIZ yang berlaku di Indonesia masih sebatas di wilayah pulau Jawa dan telah berlaku dari tahun 1960 sehingga pulau-pulau di luar berpotensi menjadi sasaran untuk bagi negara lain yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan perbuatan yang dapat mengancam keamanan dan kedaulatan Indonesia. Modernisasi ADIZ yang baru sebenarnya telah dimuat dalam Peraturan Presiden No 4 2018 Pasal 6 yang mengatakan bahwa pemerintah dapat menetapkan ADIZ. Namun, hingga saat ini belum ada upaya-upaya baru untuk memordernsasikan ADIZ.
Salah satu tantangan dari penetapan ADIZ yang baru adalah Indonesia masih perlu bernegosiasi dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Filipina mengenai koordinat-koordinat tertentu. Hal ini juga harus sesuai dengan isu perbatasan yang masih berjalan dan sedang dirundingkan oleh Kementerian Luar Negeri. Dan ADIZ baru ini yang kemungkinan besar akan mengikuti batas laut ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif) Indonesia maka akan berbenturan dengan klaim 10 garis putus-putus China dan dapat memicu permasalahan diplomatis antara kedua negara.