Lihat ke Halaman Asli

Cara 'Menelanjangi' Calon Pejabat Publik

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabar menggelikan itu datang dari Mahkamah Agung (MA). Melalui juru bicaranya, Hatta Ali, lembaga yudikatif itu mengaku kecolongan telah meloloskan Ramlan Comel sebagai hakim ad hoc tindak pidana korupsi (Tipikor). Setelah media massa ramai memberitakan kasus bebasnya Wali Kota Bekasi Mochtar Mohammad di Pengadilan (Tipikor) Bandung, terungkaplah bahwa Ramlan Comel--salah satu hakim yang menyidangkan perkara tersebut--ternyata pernah menjadi terdakwa kasus korupsi.

Lalu, mengapa MA sampai kecolongan? Apakah lembaga ini tidak menelusuri rekam jejak (track record) Ramlan Comel ketika yang bersangkutan mengikuti seleksi calon hakim ad hoc tipikor?

Hatta Ali mengatakan, pihaknya sudah berusaha mendapatkan masukan masyarakat melalui iklan di media massa, tetapi sampai proses seleksi berakhir, masukan itu tidak ada.

"Pada angkatan pertama kami melakukan penelusuran melalui MaPPi (Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia). Tetapi, pada angkatan berikutnya kami tidak menyertakan karena tidak ada anggaran," ujar Hatta Ali, sebagaimana dikutip berbagai media massa.

Menentukan seseorang lolos atau tidak menjadi pejabat publik bukanlah pekerjaan main-main. Karena itu, alasan ketiadaan anggaran untuk melakukan penelusuran rekam jejak (track record) adalah alasan yang terkesan mengada-ada, bahkan tidak logis, karena penelusuran track record merupakan agenda yang memang seharusnya ada dalam proses seleksi pejabat publik.

***
Tiga tahun lalu saya pernah punya pengalaman melakukan penelusuran rekam jejak calon pejabat publik. Proses ini biasanya disebut dengan 'tracking'. Kadang-kadang disebut juga investigasi. Tetapi istilah investigasi rasa-rasanya terlalu gagah karena dalam investigasi selalu diandaikan bahwa target menyembunyikan fakta-fakta tertentu. Investigasi juga identik dengan penyelidikan untuk menyingkap suatu tindak pidana. Faktanya, penesuluran rekam jejak tak sampai sejauh itu.

Baiklah, saya akan bercerita bagaimana saya melakukan tracking terhadap seorang calon pejabat publik, apa saja yang saya telusuri, dan seperti apa out put-nya.

Kebetulan, yang mempercayai saya melakukan tracking sebuah lembaga yang dinahkodai orang-orang Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Waktu yang diberikan kepada saya dan para tracker lainnya adalah dua pekan, sejak menerima surat tugas hingga mengirim laporan.

Sasaran tracking adalah seorang calon pejabat publik di lembaga tertentu. Katakanlah inisialnya T. Ia telah lolos dari segi administrasi dan kesehatan. Tahap berikutnya adalah wawancara akhir yang akan dilakukan Tim Seleksi dan bila lolos maka dilanjutkan dengan uji kelayakan dan kepatutan (Fit and proper test) di DPR.

Tracking dimulai dengan mempelajari bio data si calon dengan cermat. Dari situ kemudian dipetakan informasi-informasi apa yang perlu digali lebih dalam, mulai dari informasi yang dianggap wajar seperti tanggal lahir dan tempat tinggal hingga informasi yang dianggap janggal seperti kekayaan.

Pengumpulan informasi dilakukan dengan observasi, wawancara dan membaca dokumen. Observasi dilakukan misalnya terhadap tempat tinggal dan lingkungan kerja si calon. Wawancara dilakukan terhadap orang-orang yang dekat atau sering berinteraksi dengan si calon, seperti anggota keluarga, tetangga, atasan atau rekan kerja, teman seorganisasi dan lain-lain. Sementara itu, teknik mempelajari dokumen dilakukan misalnya terhadap kartu identitas, ijazah, sertifikat tanah dan lain-lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline