Kata-kata gifted disinkroni yang kuperkenalkan ke Indonesia 14 tahun lalu ternyata membawa sebuah perdebatan yang tak pernah selesai. Karena kata-kata ini belum dikenal baik, berkenaan dengan bagaimana teori giftedness (keberbakatan) yang digunakan di Indonesia. Sekalipun demikian bukan berarti bahwa anak-anak gifted disinkroni tidak ada di Indonesia, karena kelompok ini tidak mengenal ras, suku, dan bangsa. Jadi pasti ada.
Aku mendapatkan kata gifted di muka kata disinkroni (dyssinchoniteit dalam bahasa Belanda) saat anakku berusia 5 tahun melalui dua buah tes IQ, yaitu RAKIT (Revisie Kinder Amsterdamse Intelligentie Test) dan WPPSI-R (Weschler Preschool and Primary Schal of Intelliegence – Revised). RAKIT khusus untuk usia 5 – 12 tahun bagi gifted yang dideteksi melalui berbagai sinyal-sinyal perkembangan, kepribadian dan produksi inteligensinya. Anakku diketahui secara positip mempunyai sinyal-sinyal sebagai anak gifted sejak usia tiga tahun oleh pusat keberbakatan Universitas Nijmegen, setelah identifikasi pertama dilakukan oleh seorang orthopedagog dari Universitas Leiden. Orthopedagog ini melihat bahwa anakku mempunyai lompatan perkembangan kemampuan pandang ruang . Lompatan perkembangan (dalam seketika) pandang ruang yang sangat dini di usianya yang ketiga ditunjukkan dengan bentuk gambar wajah ayahnya secara tiga dimensional. Menurutnya anakku mempunyai kemampuan fotografis memori. Aku diberi peringatan bahwa kelak anak ini mempunyai kekhususan perkembangan yang bisa menyulitkan baik pengasuhan maupun pendidikannya. Nyatanya memang betul, sepanjang usianya hingga kini 18 tahun, aku harus terus berjuang agar ia mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik kuatnya, yaitu gifted visual spatial learner. Anak gifted yang mempunyai IQ di atas rata-rata gifted (highly gifted) dengan kekhususan pada kemampuan pandang ruang yang luar biasa.
Lompatan perkembangan kemampuan pandang ruang di usia tiga ditandai dengan kemampuan menggambar melalui memori fotografisnya (Sumber: koleksi pribadi)
Kemampuan pandang ruang dan kreativitas berpikirnya menghasilkan sebuah cerita dalam gambar bahwa semua orang dapat mati seketika misalnya dalam tabrakan beruntun (digambar diusia 6,5 tahun) yang membedaakannya dengan autisme (sumber: koleksi pribadi)
Usia delapan tahun dengan gambar yang sangat detil (Sumber: Koleksi pribadi)
Tes RAKIT dari pusat keberbakatan Universitas Nijmegen tadi untuk melihat bagaimana perkembangan inteligensi anak – apa faktor lemah dan faktor kuatnya. Melalui tes ini nampak bahwa dalam subtest IQ performansi anakku mencapai skor luar biasa di atas 98 persentil, sedangkan subtest IQ verbal berada di bawah rata-rata anak diuisianya. Disinilah istilah disinkroni pada anakku disematkan. Yaitu adanya kejomplangan yang sangat besar dalam perkembangan inteligensinya, yang disebabkan karena keterlambatan bicaranya. Demikian juga dengan WPPSI-R menunjukkan kondisi yang sama.
Masalah disinkroni pada anak gifted sebetulnya sudah diketahui lama, sejak tahun 1970 yang dikemukakan oleh Jean Charles Terrassier dari Perancis. Teori ini kemudian dilanjutkan oleh Linda Kreger Silverman dari Colorado Amerika. Dengan banyaknya kasus gifted terlambat bicara yang terjerat masuk ke dalam diagnose autisme melalui DSM IV, kini definsi gifted mulai diubah dimana dimasukkan juga unsur tumbuh kembang gifted yaitu perkembangan yang asinkroni sebagaimana usulan Linda Silverman. Disamping itu juga didukung dengan karakteristik perilaku dan kepribadian anak gifted.
Dengan demikian pendeteksian anak gifted menjadi semakin kompleks karena dibutuhkan setidaknya ada tiga faktor yaitu: pola alamiah tumbuh kembangnya (yang tidak sinkron); karateristik perilaku dan kepribadiannya; dan perkembangan inteligensinya.
Keunikan-keunikan pola alamiah tumbuh kembang dan karakteristik perilaku dan kepribadiannya nampakknya justru mempengaruhi sukses tidaknya pengukuran IQ sebagai penentu bahwa anak ini memang secara akurat melalui pengukuran psikometrik adalah seorang anak gifted. Sebab belum tentu anak-anak gifted dengan disinkronitas perkembangan yang mempunyai deskrepansi (perbedaan skor) yang sangat besar dapat dilakukan tes IQ denggan tes biasa yang populer biasa digunakan.
Saat anakku berusia 12 tahun tes IQ sekali lagi dilakukan untuk melihat perkembangannya. Kali ini menggunakan IST (Intelligence Stukture Test) yang merupakan tes khusus untuk anak gifted, menunjukkan 80 % subtest berada jauh di atas rata-rata beberapanya sangat luar biasa, sedang 20 % sedang berkembang terutama di area bahasa dan kemampuan dua dimensi.
Saat berusia 16 tahun sekali lagi dilakukan tes IQ kali ini menggunakan tes IQ biasa yang populer yaitu WISC IV (Weschler Intelligence Scale for Children) – hasilnya tidak menunjukkan ia sebagai anak gifted, dan dalam inteligensinya tidak menunjukkan bermasalah. Artinya dengan tes yang pembuatannya menggunakan populasi normal ini, seorang anak gifted tinggi kesulitan dilacak. Dibutuhkan metoda lain untuk membantu pendeteksiannya. Atau tes khusus yang sesuai dengan gaya berpikirnya. Inilah yang selalu menjadi dilemma anak-anak gifted tinggi jika harus dilacak melalui tes IQ biasa.
http://nouvsite.anpeip.org/index.php?option=com_flexicontent&view=items&cid=82&id=156:les-dyssynchronies-de-jc-terrassier&Itemid=1334
http://tip.duke.edu/node/839
http://www.stephanietolan.com/gt_as_asynch.htm
https://www.gagc.org/downloads/Encouraging%20Social%20Emotional.pdf
Julia Maria van Tiel
Penulis buku Anakku Terlambat Bicara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H