Lihat ke Halaman Asli

Sambut Presiden Baru dengan Damai

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menurut Jadwal, Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi akan mengumumkan hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) pada pukul 16.00 WIB hari ini (22/7). Siapapun yang akan terpilih nanti, wajib diberikan dukungan penuh. Sebab, ini bukanlah kemenangan sepihak atau golongan tertentu saja, melainkan kemenangan seluruh rakyat Indonesia.

Yang terpilih adalah presiden kita, presiden rakyat Indonesia. Bukan presiden saya atau presiden Anda. Sekali lagi, ini presiden kita. Hasil pilihan secara demokratis.

Pilpres ibarat sebuah pertandingan sepakbola. Harus ada yang menang dan yang kalah. Maka, penting untuk menjunjung tinggi nilai-nilai sportivitas. Yang berbesar hati menerima kekalahan, itulah sikap seorang kstaria.

Dua kubu yang selama ini berseberangan diharapkan tidak hanya menyiapkan mental siap menang saja, tapi jauh lebih penting adalah mental siap kalah. Namanya juga kompetisi, ada yang menang ada yang kalah. Yang menang harus diakui, yang kalah harus lapang dada. Yang menang jangan jumawa. Yang kalah jangan sesak dada.

Perseteruan, perselisihan, perbedaan yang muncul selama kampanye Pilpres adalah hal wajar. Itulah warna demokrasi. Apa yang disebut polarisasi, baik yang se­ngaja diciptakan maupun yang terjadi secara alamiah, merupakan fenomena yang memang sulit untuk dihindari. Tapi, hari ini semuanya sudah selesai, saatnya sekarang bersatu mendukung pemimpin baru, pesiden terpilih. Ingat! Demokrasi ini dibangun dengan susah payah, maka terlalu mahal untuk diciderai dengan hal-hal yang bisa mengganggu keutuhan bangsa.

Pilpres merupakan hajatan demokrasi yang bukan semata-mata dijadikan sebagai instrumen untuk merebut kekuasaan, tapi ia menjadi salah satu cara untuk mengakomodasi kepentingan rakyat. Itulah yang sesungguhnya yang harus dijadikan sebagai tujuan utama.

Sudah saatnya menanggalkan identitas dan segala atribut oleh dua kubu yang selama ini berdiri dalam posisi berhadap-hadapan. Kemarin ada saling mencaci, ada provokasi, ada selisih dan friksi. Cukup. Sudahi semuanya! Yang terpenting dilakukan saat ini adalah merajut kembali persatuan dan kesatuan seluruh elemen bangsa yang selama ini terpolrasisasi dalam dua kubu yang berbeda.

Jangan lagi ada keributan, ketegangan, yang berpotensi memicu kekisruhan dan kegaduhan. Hindari pernyataan-pernyataan yang bersifat provokatif yang dapat memantik timbulnya ketegangan. Misalnya, pernyataan terbuka dengan menilai kubu lawan sebagai pihak yang curang. Kalaupun ada pernyataan bernada protes atau keberatan, gunakan bahasa yang lebih santun, etis dan sejuk. Hindari bahasa-bahasa yang provokatif. Kalaupun salah satu pihak tidak menerima atas hasil pengumuman KPU, maka gunakan mekanisme konstitusi. Koreksi boleh, tapi tidak dengan gontok-gontokan. Protes dengan pengerahan massa secara berlebihan bukanlah solusi.

Ini pembelajaran demokrasi. Ini menjadi momentum penting kita sebagai sebuah bangsa untuk menunjukkan kedewasaan dalam berdemokrasi. Menang dan kalah itu lumrah. Sebab, esensi dari demokrasi itu adalah bagaimana menghargai perbedaan.

Dalam konteks Pilpres, media sesungguhnya punya peran strategis dalam mencairkan ketegangan yang ada. Media harus ikut mendorong terciptanya suasana damai, tidak justru memicu naiknya tensi gesekan antara dua kubu. Media jangan tenggelam dalam hiruk-pikuk pemberitaan yang kian jauh dari kepentingan publik. Media harus mampu menampilkan informasi objektif, menyajikan berita-berita yang mendinginkan suasana untuk menghindari keresahan publik.

Buruh, pegawai negeri, pejabat, relawan, pengurus partai juga sudah saatnya menghentikan kegiatan-kegiatan yang kontraproduktif dengan semangat persatuan. Dukung mendukung pasangan capres dan cawapres sudah selesai. Sudah saatnya bergandengan tangan menyokong pemimpin baru yang terpilih. Segala perbedaan dan seteru yang terjadi kemarin anggap saja sebagai bagian dari riuhnya pesta demokrasi.

Para tokoh masyarakat juga diharapkan perannya untuk menghindari terjadinya benturan sosial ataupun pertikaian horizontal. Begitu juga dengan TNI dan Polri yang punya agenda sama untuk mengawal jalannya pemilu pilpres hingga selesai dalam suasana damai.

Dalam pernyataannya di media, Panglima TNI Jenderal Moeldoko memberikan jaminan keamanan selama Pilpres hingga penetapan pemenang Pilpres oleh KPU. Begitu juga dengan Komisaris Jenderal Pol Sutarman. Mantan Kapolda Kepri ini siap mengawal jalannya Pilpres hingga selesai. Ia mengajak seluruh elemen bangsa menghormati keputusan KPU dengan tidak melakukan pengerahan massa secara berlebihan. “Relawan tidak usah ke KPU, cukup saksi saja,” ajaknya.

Jelas pernyataan dua petinggi negara ini merupakan pernyataan yang menyejukkan kita. Semoga pimpinan dua lembaga negara tersebut dapat membuktikan pernyataannya. Yang lebih menggembirakan, tim sukses dua kubu telah menyatakan bahwa tidak akan melakukan pengerahan massa pasca pengumuman KPU. Kita patut mengapresiasi upaya dua kubu melakukan deklarasi damai. Relawan kedua kubu menyerukan pro NKRI dan pemilu yang jujur dan adil, menjaga pesatuan dengan mengedepankan suasana damai. Ini sebuah langkah maju.

Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat mengatakan, penetapan hasil Pilpres pada 22 Juli menjadi pertaruhan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sebab, SBY punya kewajiban konstitusional bersama KPU menunjukkan kepada rakyat dan dunia bahwa Indonesia bisa menyelenggarakan pilpres dengan jujur, adil, damai, dan transparan.

Komaruddin menilai, jika pemilu presiden berakhir dengan damai, Presiden SBY akan dikenang sebagai presiden yang sukses mengantarkan demokrasi dalam akhir masa transisinya serta diapresiasi masyarakat internasional. Namun, jika pemilu berakhir dengan kerusuhan, pemerintah akan dinilai gagal dan rakyat akan kehilangan kepercayaan pada institusi politik dan demokrasi.

Kita tentu tidak menghendaki situasi yang chaos, tapi situasi damai. Mari kita pastikan bahwa setelah 22 Juli nanti, republik bisa aman dan kondusif. Kita, rakyat, menjadi elemen penting untuk mewujudkan suasana damai ini. Mari kembali bersatu, tanggalkan identitas dan atribut yang selama ini mengotak-kotakkan kita sebagai sebuah bangsa. Damai itu jalan terbaik. Damai itu harga mati.

Periode Pilpres ini telah berakhir, kini kita memasuki periode baru yang jauh lebih penting yakni membantu pemerintahan baru mewujudkan harapan kita semua, yakni masyarakat yang sejahtera. Masih banyak persoalan bangsa yang harus diselesaikan. Itu jauh lebih penting ketimbang mempertahankan ego masing-masing. Jangan menghabiskan energi hanya untuk kepentingan sesaat. Indonesia adalah bangsa yang besar, maka butuh dukungan dari seluruh rakyat Indonesia agar republik ini menjadi jauh lebih kuat.

Saatnya berpikir menyatukan semua potensi yang ada untuk membangun negeri tercinta. Perselisihan itu sudah berakhir, maka mulai hari ini pekerjaan yang sesugguhnya resmi dimulai. Hadirnya presiden baru maka harus ada semangat baru pula.

Menjadi tugas kita bersama untuk mewujudkan Indonesia yang aman dan damai. Semoga!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline