Gara-gara membaca ada nama Rivai Apin mejeng dalam judul artikel di kolom ter-ter Kompasiana kemarin, aku jadi ingat tiga sastrawan angkatan 45 yang berkolaborasi dalam sebuah buku berjudul "Tiga Menguak Takdir". Selain Rivai Apin, ada Chairil Anwar dan Asrul Sani.
Yang terlintas di pikiranku kemudian adalah …. bait-bait puisi yang indah… ah bukan. Puisi-puisinya indah, itu pastinya. Kata orang-orang, sih. Aku sendiri belum mampu memahami. Abisnya nggak ngerti. Tapi, aslinya memang belum baca. Jadi yang terlintas di pikiranku bukan keindahan puisi-puisinya. Aku justru tertarik pada judul buku itu, lebih tepatnya tertarik pada kata "menguak". Karena menurut KBBI, kata menguak bukan hanya berarti tersibak, tetapi juga berarti mengeluarkan bunyi 'kuak'. Contohnya seperti peribahasa: "Masuk kandang kambing mengembik, masuk kandang kerbau menguak."
Arti peribahasa itu kurang lebih bahwa kita hendaknya menyesuaikan diri dengan lingkungan. Lingkungan lagi ahem ya ikut ahem, lingkungan lagi ahik ya ikut ahik. Tapi ikut beneran, bukan cuma ikut-ikutan, lalu nangis guling-guling kalau ketinggalan.
Lalu apa hubungannya dengan "Kenthir"? Hubungannya ditentukan oleh istilah kunci yang jika terucap dari bibir seksi Madonna akan dicatat sebagai "Take a Bow" oleh notulen Nusantara. Tapi lain halnya jika salah satu punggawa Planet Kenthir yang mengucapkannya. Notulen Amerika Serikat akan langsung menerjemahkannya sebagai "bullshit".
Judulnya "Tiga Menguak Kenthir". Yang berhubungan dengan menguak dan kenthir sudah definitif, baru satu orang. Lainnya? Yang dua lagi pastinya teman seangkatan. Angkatan berapa? 98? 99? 2004? 2014? 2016? Tapi nama angkatan yang pake tahun sudah nggak zaman. Yah, sebut saja angkatan pakde-pakdean. Daripada disebut angkatan gayus-gayusan, nanti jenglotnya pada kebakaran.
Huaaahhh…
Ngantuk niaaann…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H