Lihat ke Halaman Asli

Giens

freelancer

Monolog: Politikus Baper dan Negarawan Twitter

Diperbarui: 21 Februari 2016   08:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi: air mata di atas seragam loreng tentara Amerika. (www.shutterstock.com)"][/caption]

Disebut politikus, tapi bukan untuk mengaitkannya dengan aksi korupsi yang termetaforakan sebagai tikus. Istilah ini sama saja artinya dengan politisi. Hanya sebagai tanda solidaritas pada para pembuat komik yang disebut komikus, bukan komisi. Juga pada para penulis kritik yang disebut kritikus, bukan kritisi, apalagi krikiti.

Kalau sedang tak sensi-sensi amat, disebut politisi maupun politikus mestinya tak terlalu mempermasalahkan. Disebut politikus ataupun politisi tetap santai saja, menerima dengan lapang dada atau bahkan tertawa jumawa.

Yang terlalu sensi memang kadang bikin risih. Sensi itu dekat dengan baper, otomatis dekat pula dengan caper. Karena yang apa-apa baper biasanya suka banget caper, ingin perasaannya dinilai bijak dan super oleh para suporter. Ujung-ujungnya kecanduan jika status curhatnya disukai jutaan orang, merasa sayang jika keluh kesahnya tak "diapresiasi" seluruh penjuru negeri.

Tentu tak harus curhat lewat Facebook dan atau Twitter. Tak harus pula lewat Youtube dan atau Tumblr. Bisa saja membuat acara dan mengagendakan pidato di suatu tempat yang penuh makna, lalu lemparkan keluhan sambil citrakan diri terzalimi hingga level sanubari. Para kuli tinta pasti akan merubunginya dan akan memberitakan isi hatinya yang terpendam sekian lama.

Diekspos media merupakan jalan mulus untuk mengingatkan kembali para pemilih dan pemujanya untuk kembali apel siaga memuji, mendoakan, sambil menghujat "lawan" yang sengaja ia bidik lewat curhat colongannya. Maka kembali jadilah ia selebritis yang dibicarakan di mana-mana. Para pendukung yang seperti baru bangun tidur (diharapkan) otomatis akan menyerang lawan-lawan politiknya. Politikus baper mah gitu. Tentu saja yang dia sapa hanya pendukungnya saja.

Bagaimana dengan negarawan twitter? Kita bisa menilai seseorang itu negarawan betulan atau cuma politikus dari cuitan twitternya (kalau ada). Yang nadanya baper, apalagi baper minor dan fals, jelas cuma politikus. Mana ada negarawan yang suka baper? Mantan negarawan mungkin saja, tapi sudah bukan lagi pastinya. Kalau twitternya kebanyakan bergenre "cerita rakyat" (ngomongin rakyat, seluruh rakyat; bukan cuma pendukung/pemilihnya saja) itulah negarawan sejati. Dia berpotensi menjadi legenda dalam cerita rakyatnya sendiri.

Bagaimana kalau yang tidak main twitter? Ya, nggak apa-apa. Bung Karno saja nggak punya akun twitter bisa jadi legenda. Monolog ini sedikit menyindir putrinya: Bu Mega. Semoga pendukungnya tidak mencak-mencak di ibukota. Bisa macet Jakarta karenanya. Mencak itu seperti demo, sama-sama rodanya tiga.

Peace.. peace.. Bro..Sist..
Tulisan ini kan tidak terlalu sinis
Kadar sinisnya cuma semenjana
Seperti musik di Taman Ria
Jangan Suka Baper Yaa…

––

Diksi Onari:

baper = bawa perasaan
caper = cari perhatian
krikiti = aksi menggigiti (biasanya oleh binatang pengerat)

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline