Lihat ke Halaman Asli

Giens

freelancer

Nasta Gore

Diperbarui: 15 Februari 2016   18:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber gambar: pixabay.com"][/caption]

Lagi asyik melototin laptop, ditanya mau makan apa. Mulut baru dibuka mau menyuarakan kata, yang bertanya sudah tak kelihatan batang hidungnya. Sementara kenampakan alam sudah menunjukkan waktunya menu makan siang dipindah ke dalam perut melalui kerongkongan.

Makan siangnya apa? Akhirnya benakku sendiri ber-swa-tanya dalam sikap lamunan. Di lemari jelas masih ada petis cumi –cumi kolaborasi dengan pete ijo yang sama-sama merenangi kuah hitam. Itu menu "sepihak" yang tadi diatawarkan untuk sarapan dan sudah secara halus kutolak. Aku sudah mencicipinya sendiri sebagai bukti bahwa alasanku menolak bukanlah apriori. Bagiku, rasa matangnya tadi itu masih dekat ke limapuluh persen. Maka untuk sarapan tadi aku memilih sayur oseng-oseng kacang dengan lauk tempe bongkrek. Terlihat lumayan "sengsara" menunya karena ayam goreng tepung ukuran besarnya belum kusebutkan. Tapi itu sudah pagi tadi. Sekarang sudah lapar lagi.

Kupikir-pikir, daripada menunggu yang bertanya tadi kembali dan membuatkan makanan siap saji, lebih baik berkreasi sendiri secara senyap-senyapan. Aku ingat masih ada tahu putih di kulkas, kulihat lagi masih ada 4 potong. Masih ada juga kecambah dalam plastik bening. Secepat kilat cabe, bawang putih, loncang atau daun bawang, dan kecap kuabsen secara visual. Semua hadir. Now is the time!

Kusiapkan piring, kuambil munthu alias ulekan. Kukupas satu siung bawang putih sebesar ujung ibu jari, kusiapkan pula dua tiga batang cabe rawit; kuletakkan semuanya di atas piring. Selanjutnya kuambil sebongkah tahu putih berbentuk balok, kuiris-iris berbentuk balok kecil-kecil. Kuambil pula beberapa batang loncang atau entahlah mungkin daun bawang, kupotong kecil-kecil dengan menggunakan gunting. Kuambil kecambah, kucuci sebentar, kutaruh di atas mangkok, lalu kutuangi air panas dari termos yang baru beberapa belas menit lalu mendidih dan kubiarkan dulu menunggu membisu.

[caption caption="Sebagian bahan utama: tahu, tauge (kecambah), loncang atau daun bawang, cabe, dan bawang putih."]

[/caption]

Selanjutnya, potongan-potongan tahu putih kugoreng bersamaan dengan potongan loncang  dan atau mungkin daun bawang. Kugoreng hingga terlihat sedikit kecoklatan saja lalu kuangkat dan kutiriskan. Langkah berikutnya kuulek bawang putih dan cabe rawit langsung di atas piring. Setelah cukup lumat, kecap kutuangkan dan kuaduk supaya bercampur merata. Oke, sudah jadi bumbunya.

Kecambah di dalam mangkok kutiriskan, lalu kutaruh ke dalam piring berisi bumbu. Demikian pula dengan potongan tahu goreng yang bercampur irisan loncang dan daun bawang. Kuaduk perlahan supaya bercampur, maka jadilah menu makan siangku. Oh, iya.. kuambil bawang merah goreng di toples dan kutaburkan di atasnya. Untuk memberi kesan dramatis meski kurang artistik, kucetak nasi menggunakan mangkok untuk melengkapi. Tiba-tiba rasa laparku menyeruak. Keasyikan mengoki jadi lupa perut sendiri, bahkan tak sedikitpun tadi ingat untuk mencicipi. Ah, sekalian saja kucicipi sampai habis.

[caption caption="Hidangan siap santap. Nasi plus tahu-goreng bikinan sendiri. Murah meriah."]

[/caption]

Eh…iya. Nasta Gore itu singkatan dari nasi tahu goreng. Kalau dianggap "gore" dari bahasa Inggris mungkin ada benarnya karena tahunya benar-benar kuiris-iris, kugoreng, kubumbui, lalu kumakan sampai habis. But, that was just kecap, not blood…

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline