Lihat ke Halaman Asli

Giens

freelancer

Mengapa Garuda Pancasila Dibiarkan Punya Banyak Versi?

Diperbarui: 11 Januari 2016   05:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Elang Jawa (Sumber gambar : www.sinarharapan.co)"][/caption]

Sambil bernostalgia saat dikejar deadline pengumpulan tugas membuat makalah, saya akan sedikit melaporkan fenomena yang cukup mengikis nasionalisme yang bersumber dari dunia maya. Ini berhubungan dengan lambang negara kita yang dikatakan mirip dengan elang Jawa.

Pendahuluan
Sebuah lambang negara pasti sarat dengan makna filosofi. Filosofinya pun pasti tingkat tinggi. Tinggi dan dalam. Profil, bentuk geometri, maupun lambang penyusunnya pasti diputuskan dengan penuh pertimbangan. Pertimbangan yang tidak sembarangan. Begitu pula dengan pemilihan warnanya. Karena warna pun ada maknanya.

Lambang Negara Indonesia adalah Garuda Pancasila. Secara bentuk serta jumlah bulu sayap, ekor, pangkal ekor, dan leher yang berturut-turut menggambarkan penanda waktu Proklamasi 17/ 8/1945 sudah dihapal dan diketahui bersama seluruh rakyat Indonesia sejak masih duduk di Sekolah Dasar. Begitu pula dengan perisai di dada Garuda Pancasila serta lima simbol sila-sila Pancasila. Bintang, rantai, beringin, kepala banteng, serta padi dan kapas berturut-turut melambangkan sila pertama hingga kelima Pancasila.

Permasalahan
Sebagai simbol negara, Garuda Pancasila mestinya memiliki profil yang baku sehingga seragam dipahami dan dimaknai. Namun, lambang negara yang beredar di masyarakat, khususnya dunia maya ternyata memiliki lebih dari satu versi.

Sebenarnya, pemerintah Indonesia sudah menetapkan profil lambang negara Garuda Pancasila, khususnya dalam Undang-Undang nomor 24 tahun 2009 tentang "Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan. Dalam pasal 46 s/d 50 undang-undang tersebut dijelaskan profil lambang negara Garuda Pancasila. Sayangnya, masih kurang detil sehingga memungkinkan penafsiran "liar" yang berakibat pada ketidakseragaman profil lambang negara yang beredar di masyarakat. Bahkan, ketidakseragaman itu sudah menjurus pada ketidaksesuaian dengan pakem yang pada akhirnya berujung pada ketidaksesuaian filosofi.

Desain lambang negara Garuda Pancasila memang mengalami beberapa revisi. Namun, dalam tulisan ini saya akan membatasi profil lambang tersebut berdasarkan Undang-Undang nomor 24 tahun 2009, khususnya pasal 46 hingga 50. Ada banyak desain Garuda Pancasila yang tidak sesuai dengan undang-undang tersebut. Bahkan, ada bagian desain yang dilampirkan dalam undang-undang tersebut yang justru menyalahi aturan dan penjelasan filosofinya.

Jika undang-undangnya saja bermasalah, bagaimana produk turunannya? Tak heran jika dalam buku pelajaran sekolah pun versi Garuda Pancasila yang disampaikan kadang dipilih secara serampangan.

Temuan dan Bahasan
Ada banyak ragam desain Garuda Pancasila yang beredar di dunia maya (Internet). Dengan mesin pencari, siapapun pasti dapat mengamati dan menyimpulkannya demikian. Agak mengherankan sebenarnya karena saya kesulitan menemukan lambang negara dengan resolusi yang "memadai" di situs-situs resmi pemerintah sebagai referensi. Saya baru menemukan gambar Garuda Pancasila berukuran kecil di situs Portal Nasional Republik Indonesia www.indonesia.go.id.

 [caption caption="Versi www.indonesia.go.id"]

[/caption]

 Garuda Pancasila versi situs Portal Nasional Republik Indonesia

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline