Setelah menyatakan kekesalan atas terlalu bersemangatnya tim transisi Jokowi-JK dalam menimba informasi dari kabinetnya, Presiden SBY kembali menunjukkan sisa-sisa kekuatan dengan menyetujui 'proyek pengadaan mobil Mercy sebagai mobil dinas bagi para menteri'. Sebagian pihak mempertanyakan pertimbangan yang diambil hingga mobil dinas sebelumnya yang sebenarnya juga mewah dan masih bagus-bagus itu buru-buru diganti. Alasannya ternyata klise, semua itu sudah ada anggaran dan aturannya, tiap 5 tahun memang harus diganti. Pihak Jokowi-JK yang dikabarkan kurang setuju dengan langkah pembaruan mobil dinas yang terkesan memboroskan uang negara itu justru banyak dikritik dan dianggap terlalu mencampuri urusan pemerintahan SBY.
Publik tentu saja bingung jika presiden terpilih Jokowi dikatakan mencampuri kebijakan pemerintah SBY karena toh mobil dinas itu diperuntukkan bagi para menteri kabinet pimpinan Jokowi. Otomatis, nantinya Jokowi yang akan menjadi usernya, para menteri kabinetnya yang akan menggunakannya. Justru pemerintahan SBY yang terkesan mencampuri urusan pemerintahan Jokowi nantinya. Kalau untuk urusan yang disetujui bersama, campur mencampuri urusan memang bukan masalah karena tak beda dengan dukungan. Namun, untuk hal yang hanya disetujui salah satu pihak, hampir bisa dipastikan ada hal lain yang berhubungan dengan urusan psikis/perasaan.
By the way, berpikir tentang alasan logis di masa-masa politik seperti saat ini kok kesannya kurang cerdas. Lebih cerdas jika memikirkan motifnya. Dari hasil baca-baca, analisis-analisis, selidik-selidik ala detektif online, dan sedikit klenik, saya menemukan sebuah motif tunggal yang (sepertinya) mendasari beberapa kebijakan SBY yang berpotensi menimbulkan kontroversi. Motifnya memang tunggal, tetapi merupakan gabungan dari jiwa seni dan filosofi, (sedikit) narsisme, serta manifestasi rasa khawatir. Khawatir kenapa? Salah satunya khawatir dilupakan. (Oh iya, untuk kasus ini, kapasitas Pak SBY sebagai Presiden RI, Ketua Umum Partai Demokrat, serta sebuah pribadi unik dianggap merupakan satu kesatuan.)
[caption id="attachment_342022" align="aligncenter" width="300" caption="Lambang Mercy (Sumber gambar: www.republika.co.id)"][/caption]
Jika motif sudah teridentifikasi, setiap tindakan jadi mudah dianalisis. Dalam kasus mobil mercy ini, kengototan SBY untuk melaksanakan proyek tersebut berhubungan dengan klaim eksistensi partai demokrat secara simbolis. Para awak media sering menyebut Partai Demokrat sebagai partai berlambang bintang mercy, maka dengan memilih mobil mercy untuk menteri-menteri Jokowi, Partai Demokrat melalui ketua umumnya itu telah menanamkan bukti kekuasaannya secara simbolis di pemerintahan penerusnya. Diharapkan lambang Mercy itu akan selalu mewarnai acara-acara kenegaraan para menteri kabinet Jokowi. Jika sudah demikian, para kader dan simpatisan partai demokrat akan dengan bangganya mengatakan: itu lambang partai kami, bukti kebesaran partai kami yang tetap ada di era Jokowi.
[caption id="attachment_342025" align="aligncenter" width="300" caption="Lambang Partai Demokrat (Sumber Gambar: logofree01.blogspot.com)"]
[/caption]
Kebanggan itu bukan hal remeh. Maka tak heran jika proyek itu terkesan dipaksakan. Ada opsi bijak untuk efisiensi anggaran, tetapi tidak diambil. Justru opsi yang terkesan memboroskan uang negara yang akan dilakukan. Hanya demi sebuah SIMBOL yang mungkin hanya seharga sebuah argumen dalam sebuah debat kusir.
Kasus mobil mercy ini baru salah satunya. Kebijakan lain yang motifnya serupa adalah pesawat kepresidenan. Kalau kasus mercy melulu soal simbol alias logo belaka, kasus pesawat kepresidenan adalah soal warna. Pesawat kepresidenan RI memiliki tiga warna, yaitu merah, putih, dan biru; tiga warna lambang partai demokrat. Warna biru pada logo Partai Demokrat ada dua macam, yaitu biru tua dan biru muda. Warna biru yang digunakan pada badan pesawat kepresidenan adalah warna biru mudanya. Menurut pihak pemerintah, warna biru muda itu berguna untuk menyamarkan pesawat saat terbang. Menurut saya tidak demikian. Warna biru muda itu untuk menyamarkan motif pengadaan pesawatnya.
[caption id="attachment_342026" align="aligncenter" width="300" caption="Pesawat Kepresidenan RI (Sumber Gambar: www.idznews.com)"]
[/caption]
Hal lainnya lagi adalah ide Pak SBY tentang pembuatan museum presiden. Dilihat urgensinya, mestinya tak lebih penting daripada perbaikan sekolah, pembuatan jembatan, atau infrastruktur umum lainnya. Konon kabarnya, anggaran pembangunan museum tersebut diambil dari anggaran Kemdikbud dan Kementerian Pekerjaan Umum. Jadi lengkap anehnya. Meski profil semua presiden ditampilkan, wajar jika profil presiden yang sedang menjabat itu yang akan paling lengkap; bahkan mungkin mencakup discography-nya. Ya, begitulah. Namun jangan salah. Pak SBY melakukan itu bukan untuk dirinya sendiri. Pak SBY melakukan itu untuk Partai Demokrat.
Seperti sudah diketahui, Pak SBY merupakan ikon Partai Demokrat. Jadinya wajar jika Pak SBY berusaha dengan segala cara untuk menjaga citra dan mengukuhkan profilnya supaya makin sempurna serta lengkap dengan prestasinya di berbagai bidang (termasuk seni dan akademik). Semua itu dilakukan untuk memantaskan dirinya menjadi ikon atau bahkan jimat partai. Dalam salah satu artikel yang pernah saya tulis, saya mengistilahkan jimat partai sebagai horcrux (meminjam istilah dalam film Harry Potter).