Lihat ke Halaman Asli

Giens

freelancer

Jebakan Jokowi di Awal Tahun

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa subsidi BBM dikurangi sehingga harga BBM bersubsidi harus dinaikkan? Karena subsidinya dialihkan untuk pembangunan infrastruktur yang prioritasnya lebih tinggi.

Mengapa harga BBM bersubsidi malah dinaikkan sementara harga minyak dunia anjlok? Mungkin komponen pertimbangannya bukan sekadar harga minyak dunia, tetapi juga usaha pengurangan defisit anggaran.

Mengapa naiknya harus 2000 rupiah, bukankah itu terlalu besar? Mungkin karena naik 500 rupiah pun bakal dihujat, sekalian saja naik 2000. Meski dihujat, tetapi lebih banyak yang bisa dihemat. Sudah masuk prinsip ekonomi, memaksimalkan "hasil" dari pengorbanan tertentu yang sama. Biarpun dihujat, Jokowi tetap bekerja melayani rakyat.

Dengan kenaikan 2000 rupiah/liter itu dia juga ingin tahu rakyat yang mana yang "tak ikhlas" mendukungnya melayani seluruh rakyat. Dengan mengamati media sosial, cukup mudah mencermati "nabi-nabi virtual" yang opininya melulu membebek JagOaN berseteRU.

Para JagOaN berseteRU itu selalu mengatasnamakan rakyat, logika, dan kebenaran dalam setiap hujatan. Adapun logika yang mereka gunakan itu merupakan logika akal sehat atau logika akal sakit, anggap saja hanya Tuhan yang tahu. Sudah berhasil menjadi presiden, tapi terus dikatakan pencitraan itu ibarat menganggap orang yang sudah masuk surga tapi harus terus 'beribadah' supaya masuk surga. Logiskah? Terserah mereka …. soal 'akidah' kebencian urusan masing-masing.

Kini rakyat Indonesia mendapat "canda" awal tahun dari presidennya. Benar-benar canda. Itu tanda ia tak membuat jarak dengan rakyatnya. Tak bersikap feodal memaksakan kewibawaan dengan menjaga cara berjalan supaya goyang pantatnya selalu terlihat balance.

Lalu di mana candanya itu? Ya dibalik penurunan harga BBM bersubsidi itu. Dulu naik 2000 rupiah dan sekarang turun 900 rupiah, artinya masih surplus kenaikan sebesar 1100 rupiah. Buat apa coba? Yang pertama tentu mencandai "kaum pembenci" yang selalu mengaitkan anjloknya harga minyak dunia dalam setiap hujatannya. Sekarang sudah diturunkan harga BBM bersubsidinya, mau bilang apa mereka? Tentunya teteup istiqomah menghujat. Dan berarti mereka telah masuk "jebakan". Karena hal ini menunjukkan bahwa mereka bukan mengkritisi kebijakan Jokowi, melainkan mencelanya. Namanya juga mencela, kalau yang dicela mengikuti saran mereka, pasti masih saja ada celaannya yang lain lagi. Pokoknya, mereka tidak akan pernah kehabisan stok celaan. Semua celaan plus sumpah serapah telah tersimpan lengkap di hati mereka; tinggal tunggu waktu saja celaan mana dan sumpah serapah mana yang cocok disuarakan.

Golongan kedua yang dicandai adalah yang sudah ikhlas menerima kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar 2000 rupiah. Kalau naik 2000 rupiah saja ikhlas, apalagi cuma naik 1100 rupiah. Memang harga-harga barang/jasa di pasaran yang telanjur naik hampir tak mungkin diturunkan, kecuali untuk barang-barang/jasa yang persaingan harganya cukup ketat dan dinamis. Namanya juga ikhlas, tentunya tidak keberatan dengan "keuntungan" yang diperoleh para pedagang dan pengusaha jasa angkutan.

Golongan ketiga yang dicandai adalah jajaran pemerintahannya sendiri. Dengan track record yang menunjukkan kedinamisan tingkat tinggi, untuk ke depannya tentu makin lincah "memainkan" kebijakan supaya tidak terdikte pihak manapun. Baru beberapa minggu dilantik sudah menaikkan harga BBM, lalu beberapa minggu kemudian menurunkannya, menunjukkan dapat dimilikinya kontrol penuh atas kebijakan strategis pemerintahan.

Golongan keempat yang dicandai adalah para pengusaha jasa angkutan maupun bidang lain yang terdampak langsung oleh kenaikan harga BBM bersubsidi. Kenaikan tarif yang mereka berlakukan tentunya merupakan hasil "itung-itungan njlimet" berbekal angka 2000 kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu. Dan setelah harga BBM terkoreksi, akankah mereka mengoreksi besarnya kenaikan tarif? Jokowi sedang menunggu reaksi mereka, apakah mereka responsif atau justru pura-pura tidak tahu.

Mungkin masih ada lagi golongan yang dicandai dengan kebijakan awal tahun 2015, tapi saya cukupkan sekian dulu opini saya sebagai pecinta akal sehat. :-)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline