Lihat ke Halaman Asli

Sugie Rusyono

Menulis merupakan ritus keabadian

Menggagas Pengelolaan CSR yang Lebih Baik

Diperbarui: 12 April 2022   09:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp


Pelaksanaan Musrenbang CSR yang dihelat oleh Pemkab Blora, pada Rabu (23/3/2022) lalu cukup menarik.  Musrenbang yang khusus membahas seputar CSR di Blora, bukan sekedar ritus musyawarah seperti lazimnya dilaksanakan. Tetapi ada nuansa baru dengan hadirnya pegiat dan fasilitator CSR dari Forum CSR Kota Yogyakarta. Dra. Erni Februaria menjadi pematik sekaligus menarasikan gambaran bagaimana seharusnya mengelola dan memanfaatkan CSR dari perusahaan yang ada.  Setidaknya bisa diadopsi untuk  menjadi pilot project akan pengelolaan CSR di Kabupaten Blora.

CSR selalu menjadi objek yang menarik, Apalagi bagi Blora yang beberapa tahun ini selalu riuh dengan kegiatan yang bersumber dari CSR. Beragam narasi bertebaran di ruang publik khususnya ruang maya. 

Soal CSR yang ada belum membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar perusahaan dan Blora pada umumnya. CSR banyak yang hadir di ruang abu-abu dan hanya menjadi lumbung ekonomi sejumlah birokrasi semata. Menjadi dialektika dan problem klasik yang terus terjadi.  

Pelajaran yang penting untuk diadopsi guna menggagas pengelolaan CSR di Blora agar lebih terata diantaranya; Pertama, CSR diperuntukkan untuk program-program yang belum di dicover oleh APBD/APBN. Selama ini usulan-usulan program tidak semua bisa didanai oleh APBD/APBN. Usulan itu harus dilihat dari data yang ada di Bappeda, sehingga bisa di tawarkan kepada perusahaan yang akan memberikan CSR.  

Kedua, program diperuntukkan untuk pemberdayaan masyarakat dan peningkatan ekonomi masyarakat sekitar, serta harus sustainabel, kalau sekali tidak akan ada hasilnya, minimal 2 atau 3 tahun. 

Di Blora, program pemberdayaan ini pernah dilakukan oleh peruahaan yang bergerak di sector Migas. Melakukan pengembangan keramik Balong di Desa Balong Kecamatan Jepon Blora. Awalnya inisiasi dari Bappeda Blora, kemudian mengandeng ISI Yogyakarta yang meneliti kandungan tanah liat, ternyata cocok untuk membuat keramik. ISI kemudian memberikan pelatihan membuat keramik kepada warga Desa Balong.

Setelah berjalan, EMCL dan Pertamina EP masuk untuk memberikan penguatan pengembangan keramik Balok secara kontinyu melalui fendor yang telah ditunjuk.  

Lalu  mulai dari peningkatan kapasitas membuat keramik, model keramik, sarana dan prasarana, pelatihan langsung di kasongan. Perajin juga diikutkan pameran di Jakarta atau kota besar lainnya, hingga membuat koperasi perajin dan gedung untuk workshop agar hasil kerajinan bisa di display dan memudahkan masyarakat untuk membeli dan belajar akan pembuatan keramik.

Ketiga, Forum CSR tidak harus meminta uang. Selama yang terjadi adalah selalu meminta uang. Langkah yang diambil bisa dengan OPD atau Perusahaan memberikan CSRnya untuk pelatihan bagi UMKM. Misal pelatihan pembuatan jajanan yang hygienis agar bisa masuk di hotel atau acara-acara rapat OPD dan perusahan.  

Tentu ini menjadi tantangan yang tidak mudah bagi Pemkab Blora, khususnya Bappeda sebagai leadeng sektor dan penyedia data. Sebab semua data yang ada itu harus ada di Bappeda.  Butuh fasilitator dan diregen yang baik, untuk menggerakkan dan mengkoordinir agar tidak bergerak sendiri-sendiri.

Maka mengadopsi dari Program keramik Balong tentu bisa menjadi gerakan yang positif, untuk forum CSR yang ada di Blora,  dalam hal membangkitan perekonomian dan sinergitas antar stakeholder yang ada. Misalnya, untuk Pengembangan Desa Wisata yang kini menjamur di Blora melalui program yang berkelanjutan dan sustainable.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline