Isi Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada sangat sederhana, setidaknya ada 3 hal yang ditegaskan, Pertama alasan penundaan karena faktor bencana non alam, kedua memberikan kewenangan kepada KPU untuk melakukan penundaan tahapan melalui Peraturan KP.
Namun keputusan penundaan tidak bisa diambil sendiri oleh KPU. Harus dilakukan pembahasan dulu dengan DPR dan pemerintah. Ketiga tentang pemungutan suara.
Meski Perppu sudah terbit, ternyata substansinya masih menimbulkan kegamangan dan ketidakpastian. Lantaran belum ada jaminan Pilkada dilaksanakan Desember 2020.
Itu merujuk pada pasal 201A ayat (3) Dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak di tunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122A.
Dalam penjelasan terhadap pasal dan ayat yang sama disebutkan pemungutan suara serentak pada bulan Desember 2020 ditunda dan dijadwalkan kembali apabila tidak dapat dilaksanakan karena bencana nasional pandemi Covid-19 belum berakhir.
Perppu menandakan ada kepastian dan ketidakpastian. Kepastian jelas hari pemungutan suara pada Desember 2020, sedangkan ketidakpastiannya apakah pandemi Covid-19 sudah selesai hingga akhir Mei? Jika penanganan Covid-19 belum tuntas, maka pelaksanaan Desember 2020 tentu mengandung sejumlah resiko.
Melihat perkembangan terakhir, nampaknya pandemi Covid-19 belum akan berakhir pada 29 Mei seperti yang disampaikan oleh Gugus Tugas Nasional. Bahkan di sejumlah daerah kini kasusnya cenderung meningkat. Kabupaten/Kota mulai melakukan penerapan PSBB, agar memutus persebarannya.
Berbicara Pilkada jika dilaksanakan Desember 2020, tentu tidak bisa kita lepaskan dari tahapan yang mengikutinya.
Artinya empat tahapan yang ditunda oleh KPU harus segera diaktifkan lagi. Berarti Juni tahapan sudah dimulai, tentu ini akan mengandung sejumlah resiko.
Tahapan terdekat di bulan Juni, seperti verifikasi faktual dukungan calon perseorangan, dilanjut dengan pemutakhiran data pemilih (mutarlih). Kedua tahapan itu sangatlah penting, sebab membutukan interaksi langsung dengan masyarakat.
Verifikasi faktual dukungan perseorangan harus dilakukan untuk memberikan jaminan, kalau masyarakat benar-benar memberikan dukungan kepada bakal calon perseorangan untuk keterpenuhan syarat dukungan minimal.