Lihat ke Halaman Asli

Perihal Uang Kecil

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu saya berbelanja di sebuah waralaba. Belanja harian biasa, beli stok makanan kecil, stok sabun, pasta gigi dan sebagainya. Antrian di kasir begitu panjang.

"Ah, biasa... paling si Kasir lagi kelabakan aja ngitung kembalian" pikir saya.

Para pengunjung sabar mengantri. Satu menit. Dua menit. Tiga menit. Lima menit. Sepuluh menit. Tangan mulai pegal menenteng belanjaan, saya belum bergeser dari tempat saya berdiri mengantri. Pasti ada yang tidak beres.

Saya perhatikan di antrian bagian depan, pasang kuping baik-baik. Sayup-sayup di depan sana terdengar perdebatan seru. Nada bicaranya tinggi dan menyentak-nyentak. Tidak banyak yang bisa saya tangkap kata-katanya. Tapi sepertinya, orang itu protes kenapa kembaliannya diganti permen.

"Recehan kalau lo tumpuk, ya lo jadi kaya juga!" begitu kira-kira orang itu membentak.

Saya tertawa saja mendengar itu. Saya punya recehan banyak, toh saya gak kaya juga. Huh!

Tapi kalau saya pikir orang itu ada benarnya juga. Kembalian recehan yang diganti wujud jadi permen ini kalau mau ada yang menghitung beneran, pasti ya banyak juga jumlahnya. Pembelinya saja tidak pernah sepi begitu, pasti ada saja kembalian 500 perak, atau 700 perak. Dikali seratus kepala saja, sudah jadi 50.000 atau 70.000 tuh. Dikali 30 hari, sudah 1.500.000 sendiri. Lumayan.

Anda pasti pernah mengalami yang demikian. Perihal uang kecil yang bikin geli dan gemas ini. Walaupun kalau saya pikir-pikir, kasihan juga petugas kasir yang harus dibentak-bentak begitu, padahal barangkali stok recehannya memang habis, akibat kebanyakan pembeli selalu pakai uang besar untuk membayar.

Kerepotan semacam itu tidak perlu terjadi seandainya kita pakai emoney. Waralaba ini sudah punya alat EDC kok. Tinggal gesek, beres. Kasir senang, pembeli tenang, dan saya tidak perlu berdiri lama demi menunggu debat recehan.

"Kalau gak mau repot, pakai kartu aja sih!" gerutu orang di depan saya.

Ah, rupanya saya tidak sendiri. Banyak orang berpikiran sama ternyata. Memang bayar pakai kartu itu menyenangkan kok. Aman. Lebih presisi menghitungnya. Susah dikorupsi. Brilian!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline