Pemilu adalah inti dari sistem demokrasi, di mana rakyat berperan aktif dalam menentukan pemimpin dan kebijakan pemerintahan. Pemilu yang bebas, adil, dan transparan menjadi fondasi untuk menjaga legitimasi pemerintahan, mendorong akuntabilitas, serta memperkuat stabilitas sosial dan politik di dalam negeri. Dengan demikian, pemilu tidak hanya menjadi mekanisme teknis untuk memilih pemimpin, tetapi juga merupakan ekspresi nyata dari nilai-nilai demokrasi yang memberikan kekuasaan kepada rakyat.
Bawaslu memiliki kewenangan untuk melakukan investigasi terhadap pelanggaran pemilu, memberikan rekomendasi sanksi, dan bekerja sama dengan instansi terkait untuk memastikan penegakan hukum selama pemilu. Lembaga ini beroperasi di tingkat pusat hingga daerah, mulai dari Bawaslu tingkat nasional hingga tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, bahkan kelurahan/desa. Beberapa fungsi utama Bawaslu meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan kampanye, pengawasan distribusi logistik pemilu, Pemantauan proses pemungutan dan penghitungan suara, Penanganan laporan pelanggaran pemilu, dan penyelesaian sengketa pemilu antar peserta atau pihak terkait.
Bawaslu juga bekerja sama dengan masyarakat dalam bentuk partisipasi pengawasan untuk menjaga kualitas demokrasi selama pemilu berlangsung.
Rekrutmen penyelenggara pengawas pemilu dilakukan oleh badan pengawas pemilu untuk memastikan adanya petugas pengawas pemilu di setiap tingkatan, mulai dari tingkat nasional hingga tingkat desa/kelurahan. Proses rekrutmen ini penting untuk memastikan bahwa pengawasan pemilu berjalan dengan efektif dan transparan.
Namun, dalam praktiknya, pengawasan pemilu sering menghadapi kekurangan yang dapat mempengaruhi kualitas pelaksanaannya, yang paling mencolok dalam hal ini adalah independensi yang rentan bagi petugas penyelenggara pemilu. Kondisi tersebut diakibatkan oleh beberapa hal, di antaranya tekanan politik dalam beberapa kasus, pengawas pemilu bisa menghadapi tekanan dari pihak-pihak yang berkepentingan, baik dari partai politik maupun kandidat tertentu. Hal ini bisa mempengaruhi netralitas dan independensi pengawas, terutama di daerah-daerah dengan dinamika politik yang kuat. Faktor lainnya intervensi dari pihak luar juga rentan baik dilakukan oleh aktor politik atau pemerintah daerah yang ingin mempengaruhi proses pemilu demi kepentingan pribadi atau kelompok.
Independensi pengawas pemilu sangat penting untuk memastikan pemilihan umum yang adil, transparan, dan bebas dari intervensi. Namun, pengawas pemilu sering menghadapi berbagai tekanan politik dan sosial yang dapat mengganggu netralitas dan independensi mereka.
Kasus-kasus ketidaknetralan pengawas pemilu menunjukkan pentingnya langkah-langkah pencegahan dan penindakan yang tegas untuk menjaga integritas proses pengawasan. Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengatasi masalah ini dengan memperketat proses rekrutmen pengawas pemilu untuk memastikan mereka tidak memiliki afiliasi politik dan memiliki rekam jejak yang bersih, memberikan pelatihan intensif tentang netralitas dan kode etik kepada semua pengawas pemilu agar mereka memahami tugas dan tanggung jawab mereka, meningkatkan pengawasan terhadap pengawas pemilu oleh lembaga independen, masyarakat sipil, dan media untuk memastikan mereka menjalankan tugas dengan jujur dan adil, penerapan sanksi tegas bagi pengawas yang terbukti tidak netral, termasuk pemecatan dan penuntutan hukum jika mereka melakukan pelanggaran serius seperti menerima suap dan membangun mekanisme pelaporan yang aman dan anonim bagi masyarakat atau pengawas pemilu yang ingin melaporkan ketidaknetralan atau pelanggaran yang mereka temui.
Ketidaknetralan pengawas pemilu harus diatasi dengan serius karena hal ini dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi, mengganggu hasil pemilu yang adil, dan melemahkan legitimasi pemerintahan yang terpilih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H