Lihat ke Halaman Asli

Impor Dokter, Lukai Semangat dan Mimpi Anak Bangsa

Diperbarui: 15 Mei 2023   00:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.freepik.com/

Beberapa pekan yang lalu DPR dan pemerintah sedang membahas RUU Kesehatan Omnibus Law. Ada sembilan UU yang akan dicabut dan empat UU yang akan direvisi pada RUU Kesehatan. Salah satu ketentuan yang tercantum adalah RUU Kesehatan yang mengatur tentang impor dokter ke Indonesia dimana terdapat perubahan regulasi dengan meniadakan kewajiban bisa berbahasa Indonesia di RUU ini.

Dalam beberapa tahun terakhir, masalah kekurangan tenaga medis memang menjadi perhatian serius di Indonesia. Menurut data Kementerian Kesehatan, Indonesia hanya memiliki 0,2 dokter dengan estimasi 1.000 penduduk, sangat jauh di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang merekomendasikan 1 dokter per 1.000 penduduk. Alasan pemerintah menggencarkan RUU ini harapannya adalah agar Impor dokter asing diharapkan dapat mengatasi masalah ini, meningkatkan akses masyarakat Indonesia terhadap layanan kesehatan yang berkualitas, serta menjadi transfer of knowledge atau transfer pemahaman. Saat ini, Indonesia telah melakukan impor dokter asing dari negara-negara seperti India, Pakistan, Kuba, Rusia, dan Filipina.

Tetapi RUU Kesehatan ini menuai pro dan kontra di masyarakat Indonesia. Mayoritas  orang menganggap impor dokter asing akan meningkatkan kualitas layanan kesehatan di Indonesia, terutama di daerah terpencil atau yang kekurangan tenaga medis. Hal ini didukung oleh pernyataan dr. Muhammad Reza Adhitya, seorang dokter dan aktivis kesehatan, impor dokter asing sebenarnya tidak akan mengancam keberlangsungan tenaga medis lokal, asalkan prosedur yang tepat diikuti. 

"Kita membutuhkan dokter yang berpengalaman dan memiliki keahlian khusus di beberapa bidang medis tertentu yang mungkin belum terpenuhi oleh tenaga medis lokal," ujarnya. Sementara itu, kemudahan dokter asing yang bekerja di Indonesia membuat sebagian orang juga khawatir bahwa program ini akan lebih menguntungkan dokter asing, persaingan lapangan pekerjaan yang semakin ketat, mengancam keberlangsungan tenaga medis lokal, serta dokter Indonesia bisa terasingkan di negara sendiri.

Namun, sebelum dokter asing dapat bekerja di Indonesia, mereka harus melewati sejumlah ujian dan sertifikasi lisensi mulai dari Surat Tanda Registrasi (STR) hingga Surat Ijin Praktik (SIP) untuk memastikan bahwa mereka memiliki kemampuan yang memadai dalam berbahasa dan juga pengetahuan medis yang sesuai dengan standar, kurikulum, dan kompetensi dokter Indonesia. Ditiadakannya kewajiban berbahasa Indonesia bagi para dokter asing akan menimbulkan banyak permasalahan karena bahasa adalah kunci komunikasi dasar pelayanan kesehatan agar dapat menyelesaikan permasalahan penyakitnya. Dalam masalah berbahasa ini juga terdapat istilah-istilah medis khas yang hanya terdapat di negara kita. 

Contohnya angin duduk, masuk angin, kelilipan, dan masih banyak lainnya. Meskipun secara gelar sama tapi kompetensi di bidang itu dokter lulusan luar negeri kurang. Selain itu, dokter asing juga harus bekerja di bawah pengawasan dan supervisi dokter-dokter lokal agar tidak terjadi hal tidak diinginkan.

Kesimpulannya, RUU Kesehatan yang mengatur impor dokter asing ke Indonesia harus dipertimbangkan dengan matang untuk memastikan bahwa kebijakan ini dapat memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat Indonesia. Dalam melakukan impor dokter asing, pemerintah harus memastikan bahwa persyaratan dan sertifikasi yang ketat diterapkan untuk memastikan kualitas dan keamanan layanan kesehatan bahkan dari hal yang sederhana yaitu bahasa. Kemudahan untuk impor dokter asing dirasa belum sepenting itu, masih banyak permasalahan yang harus diselesaikan. Contohnya peningkatan kualitas lulusan dokter Indonesia, memperbaiki fasilitas kesehatan di Indonesia, peningkatan kesehatan dan perkembangan teknologi kesehatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline