Lihat ke Halaman Asli

Mencoba Bertobat

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Apakah yang aku lakukan ini suatu pekerjaan? Ku rasa tidak, ini bukanlah suatu pekerjaan. Yang ku lakukan saat ini hanyalah hura-hura semata. Bukanlah suatu pekerjaan yang dulu aku angankan akan menjadi hal yang membantuku dalam menghidupi hidupku dan menghidupkan orang-orang di sekitarku. Aku sendiri tidak mengetahui apa yang menyebabkan demikian. Mungkin orang-orang disana bisa memberikanku jawaban yang berarti. Seringkali aku berpikir, inikah dosa nyata yang telah dan masih aku lakukan hingga akhir hayatku. Bergelimang kemewahan, walaupun itu dalam sudut pandangku sendiri, aku masih bingung dalam mengartikannya. Uang, minuman keras, makanan enak, perempuan-perempuan yang setiap saat bisa dan mau diajak melakukan hubungan suami istri, dan segala kesenangan-kesenangan lainnya. Membuatku makin tenggelam dan terpuruk dalam kondisi yang sangat fana ini. Perintah-perintah TUHAN yang seharusnya benar-benar aku jalankan, saat ini telah aku tinggalkan semua. Bahkan yang sangat fundamental sekalipun, SHOLAT. Ya, aku memang seorang yang memeluk agama ISLAM, setidaknya itu yang tercantum dalam identitas kependudukanku. Telah aku tinggalkan, setelah aku berlimpahan kesenangan, aku lupa akan hakikat diriku sendiri, seonggok daging dan secawan darah, yang sangat tidak berarti. Baik bagiku maupun bagi orang lain. Saat ini aku sangat terpuruk, terpuruk dan terpuruk. Aku tidak tahu lagi jalan yang benar, jalan yang terang yang harus ku lewati. Bahkan jalan setapak yang seharusnya aku tempuh, kini telah berubah menjadi semak belukar berduri yang aku akui melukai diriku. Sadar, ya aku sadar ketika melakukan semuanya. Tidak ada paksaan dari siapapun juga. Mungkin kini aku lebih fasih menyebut semua jenis minuman keras dan nama-nama perempuan yang pernah aku tiduri, daripada menyebut nama TUHANKU sendiri. Bukan tidak mungkin, orang menyebutku munafik, ya munafik. Atas semua yang telah aku lakukan dan masih akan aku lakukan dan jalani hingga waktu yang aku sendiri tidak tahu. Bagiku, ini semua akan berhenti ketika kumandang azan bergema di telinga kananku dan iqamah di telinga kiriku. Aku hanya menanti kemurahan TUHAN, kemurahan pengampunan atas semua yang masih aku lakukan ini. Dalam gelap hidup ini, aku mencoba dan belajar kembali untuk menyebut NamaMU. Ya ALLAH, Ya RABBI, Ya GHOFFAR, Ya RAHMAN, Ya RAHIIM. TUHANKU, tempat aku memohon pengampunan dan rahmat dariMU.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline