Lihat ke Halaman Asli

Ghozi Akhyarul Ilmi

Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN

Amerika Serikat Akan Ganti Presiden, Apa Imbasnya Bagi Indonesia?

Diperbarui: 5 Agustus 2024   18:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Amerika Sebentar Lagi Akan Melakukan Pemilihan

Dunia perpolitikan Amerika Serikat Tengah diguncang huru-hara pasca ditembaknya Donald Trump, Calon Bakal Presiden Amerika ke-47, Ketika berpidato di Butler, Pennsylvania. Saat itu Trump, sapaan akrabnya, tengah berkampanye pada sekelompok orang di sebuah kota pada negara bagian terpadat ke-5 di dataran Amerika Serikat. Disisi Lain, musibah penembakan Trump ini membuat elektabilitas Trump diyakini kian menguat di negara berjuluk Paman Sam tersebut. Semakin kuatnya elektabilitas Trump pada perebutan singasana tertinggi di daratan Amerika tersebut juga didorong dengan mundurnya Joe Biden dalam perebutan tahta tersebut. Direktur kampanye Biden sudah memberikan sinyal bahwa satu-satunya orang yang akan menang jika Partai Demokrat terus bersitegang dan Biden turun dari perhelatan ini adalah Donald Trump.

Dan Kannien, Direktur Kampanye Biden, Mengatakan "Sudah saatnya kita berhenti untuk saling debat satu sama lain, satu-satunya yang akan menang ketika kita bersitegang adalah Trump" (Jum'at, 9/7/2024)

Biden menyatakan mengundurkan diri pada Senin (22/07/2024) waktu setempat setelah merubah pikirannya dikarenakan adanya beberapa tekanan dari stakeholders partai demokrat Amerika Serikat. Dengan mundurnya pesaing utama dari Trump maka kursi kepresidenan trump semakin terbuka lebar. Dengan adanya kemungkinan besar pergantian presiden yang sebelumnya dijabat oleh Joe Biden dan nantinya diprediksi akan digantikan kandidat kuat Donald Trump maka kebijakanpun pasti juga akan berganti mengingat kedua tokoh tersebut sangat bersebrangan pikiran termasuk kebijakan perekonomian. Perekonomian merupakan poros utama dari suatu negara dan menjadi multiplier effect yang sangat besar bagi seluruh sektor. Kebijakan perekonomian merupakan salah satu kebijakan yang akan dirombak besar rencananya oleh seorang Donald Trump jika terpilih menjadi orang ke-1 di Amerika Serikat.

Amerika Serikat sendiri saat ini tercatat sebagai negara adidaya dengan perekonomian terkuat di dunia yang diikuti oleh Tiongkok dan Jepang. Karena kuatnya perekonomian Amerika saat ini, pengaruhnya terhadap perekonomian dunia juga sangat signifikan. Signifikansi ini berdasar pada peran Amerika yang menjadi pusat keuangan global pasca Perang Dunia II. Dominasi ini ditunjukkan oleh mata uang dolar yang mendominasi segala aspek keuangan global dimana hampir 60% devisa cadangan Bank Dunia disimpan dalam bentuk Dollar. Selain itu, hampir semua kontrak komoditas berada dalam satuan USD yang artinya dolar saat ini menjadi patokan transaksi di seluruh dunia. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan kebijakan pada ekonomi makro khususnya pada kebijakan moneter akan berpengaruh signifikan pada perekonomian dunia terutama pada negara-negara berkembang

   Mengenai kebijakan moneter, The Fed, Bank Sentral Amerika, sendiri sudah berpuluh-puluh kali berganti kebijakan yang disebabkan oleh pergantian kursi kepresidenan karena harus mengimbangi kebijakan presiden terkait pengendalian mata uang dolar yang nantinya akan berdampak pada inflasi. Inflasi di Amerika ini menjadi suatu aspek yang utama karena signifikansinya cukup tinggi pada perekonomian di dunia. Inflasi ini mempunyai efek multiplier terhadap aspek-aspek lain terutama di bidang perdagangan internasional yang kemudian berpengaruh pada arus modal masuk dan keluar dari negara lainnya sehingga akan memengaruhi nilai tukar dan inflasi di hampir seluruh dunia. Menurut data yang dipublikasikan oleh Investopedia, Joe Biden memiliki rapor yang buruk terkait pengendalian inflasi yaitu mencapai 5,7% secara rata-rata. Hal ini merupakan yang terburuk semenjak tahun 1980-an. Berbeda lagi dengan capaian pesaing kontestasi pemilunya yaitu Donald Trump yang berhasil menekan inflasi di angka 1,9% selama masa kepemimpinannya. Trumpnomics merupakan senjata andalan di bidang ekonomi bagi Donald Trump yang mana senjata ini diprediksi bakal digunakan kembali jika Donald Trump memenangi kontestasi pemilu tahun 2024 ini.

Indonesia akan diprediksi sebagai salah satu negara yang ikut mengalami pergantian kebijakan-kebijakan ekonomi di Amerika Serikat, khususnya ekonomi makro. Jika Trump menjadi presiden, maka kebijakan trumpnomics akan diprediksi kembali dijalankan. Donald Trump, pada masa pemerintahannya, berhasil menekan inflasi pada angka 1,9% yang juga merupakan respon dari The Fed dengan menaikkan suku bunga acuannya setelah inflasi Amerika menyentuh angka 2,7% hingga juli 2018 sehingga terjadi penurunan inflasi pada akhir pemerintahan Trump. Ternyata, Inflasi ini juga direspon oleh Indonesia karena Bank Indonesia atau BI memiliki korelasi yang cukup positif terhadap The Fed yang berarti apabila The Fed menaikkan suku bunga maka Bank Indonesia pun juga akan mengikutinya, begitu juga sebaliknya. 

Trading Economics

CNBC Indonesia

Berdasarkan data di atas, atas korelasi BI dengan The Fed, Indonesia merespon kenaikan suku bunga acuan The Fed yang berimbas pada turunnya inflasi yang ada di Indonesia. Nantinya jika Amerika berganti pemerintahan dari Donald Trump maka kemungkinan besar meningkatnya suku bunga The Fed ini akan terulang kembali yang berimbas pada turunnya inflasi. Indonesia kemungkinan besar juga diproyeksikan akan merespon hal tersebut dengan menaikkan suku bunga BI yang kemudian akan berpengaruh dengan turunnya inflasi.

Penurunan inflasi atau yang biasa disebut deflasi memiliki dampak yang signifikan terhadap seluruh sektor yang ada di Indonesia. Deflasi sendiri merupakan suatu kondisi dimana peredaran uang yang berkurang di masyarakat sebagai akibat dari naiknya suku bunga acuan sehingga masyarakat cenderung menyimpan uangnya di bank. Efek dari deflasi bagi perekonomian Indonesia adalah turunnya harga beli barang dan komoditas yang ada di masyarakat sehingga barang-barang mempunyai harga yang cenderung murah. Hal ini disebabkan oleh turunnya daya beli masyarakat karena terjadi kelangkaan peredaran uang. Sebagai imbas dari turunnya daya beli masyarakat, Perusahaan produksi pun akan mengalami penurunan pendapatan karena turunnya permintaan sehingga Perusahaan akan mengurangi biaya produksi termasuk biaya gaji karyawan yang otomatis akan melakukan PHK pada karyawannya. Selain itu, karena ketidakstabilan ekonomi dan risiko deflasi membuat investor asing enggan untuk menanamkan modal di Indonesia sehingga dapat memperlambat pembangunan infrastruktur dan sektor-sektor lainnya yang bergantung pada investasi luar negeri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline