Lihat ke Halaman Asli

Risywah (Suap) dalam Pandangan Islam

Diperbarui: 11 Maret 2018   19:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pengertian Risywah/Suap
Dalam Islam kata Risywah menurut bahasa dalam kamus al-Mishbahul Munir dan Kitab Muhalla Ibnu Hazm yaitu "Pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan kehendaknya". Atau pengertian lain   Risywah menurut Kitab Lisanul 'Arab dan Mu'jamu Washith yaitu "Pemberian yang diberikan kepada seseorang agar mendapatkan kepentingan tertentu".

Maka berdasarkan definisi tersebut, suatu yang dinamakan risywah adalah jika mengandung unsur pemberian atau athiyah, ada niat untuk menarik simpati orang lain atau istimalah, serta bertujuan untuk membatalkan yang benar (ibtholul haq), merialisasikan kebathilan ( Ihqoqul bathil ), mencari keberpihakan yang tidak dibenarkan ( al- mahsubiyah bighoiri haq ), mendapat kepentingan yang bukan menjadi haknya ( al hushul 'alal manafi' ) dan memenangkan perkaranya atau al hukmu lahu.

Risywah/Suap Menurut Islam

1. Risywah yang diharamkan
Dalam hukum Islam, berdasarkan beberapa nash   Al Qur'an dan Sabda Rasulullah mengisyaratkan dan menegaskan bahwa Risywah adalah suatu yang diharamkan di dalam syari'at, bahkan termasuk dosa besar. Ada beberapa dalil yang mendasarinya yaitu :

Firman Allah surah al-Baqarah ayat 188
Artinya : "Dan janganlah kamu memakan harta sebagian dari kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari pada harta benda orang lain dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.

Firman Allah Surah Al-Maedah ayat 42
Artinya  :    "Mereka  itu  adalah  orang-orang  yang  suka  mendengar  berita bohong, banyak memakan yang haram".
Imam   Al-Hasan   dan   Said   bin   Jubair   mengomentari   ayat   ini   dengan mengatakan bahwa maknanya adalah risywah, karena risywah identik dengan memakan harta yang diharamkan.

Dalam kitab   tafsir Al-Qurthubi, makna surah Al-Maedah ayat 42 menyebutkan, setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram (Ashuht) nerakalah yang paling layak untuknya. Shahabat bertanya "Wahai Rasulullah, apa barang haram  yang di maksud itu ? Rasulullah menjawab "suap dalam perkara hukum."

Dari uraian ayat-ayat dan hadits di atas, jelaslah bahwa suap merupakan perkara yang diharamkan oleh Islam, baik memberi ataupun menerimanya sama-sama diharamkan di dalam syari'at.

2. Risywah yang dibolehkan
Pada dasarnya Risywah atau suap itu adalah hukumnya haram, tetapi dalam hal tertentu ada risywah/suap yang dibolehkan. Seperti mayoritas ulama memperbolehkan penyuapan yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan haknya, karena dia dalam kondisi yang benar dan mencegah kezholiman terhadap orang lain. Dalam hal  seperti ini, dosanya tetap ditanggung oleh orang yang menerima suap. Hal ini dapat dilihat lebih mendalam dalam kitab Kasful  Qina'  6/304,  Nihayatul  Muhtaj  8/243,  Al- Qurthubi 6/183, Al-Muhall 8/118, dalam bab-bab yang membahas tentang suap dan memakan harta haram.

Dalam permasalahan suap/risywah, Imam Abu Hanifah membaginya kedalam 4 hal yaitu :

  1. Memberikan sesuatu untuk mendapatkan pangkat dan kedudukan ataupun jabatan, maka hukumnya adalah haram bagi pemberi maupun penerima.
  2. Memberikan sesuatu kepada  hakim agar bisa memenangkan perkaranya, hukumnya adalah haram bagi penyuap dan yang disuap, walaupun keputusan tersebut adalah benar, karena hal itu sudah menjadi tugas seorang hakim dan kewajibannya.
  3. Memberikan sesuatu agar mendapat perlakuan yang sama dihadapan penguasa dengan tujuan mencegah kemudharatan dan meraih kemaslahatan, hukumnya haram bagi yang disuap saja.
  4. Memberikan sesuatu kepada seseorang yang tidak bertugas di Pengadilan atau instansi tertentu agar bisa menolongnya dalam mendapatkan haknya di Pengadilan  atau  pada  instansi  tersebut,  maka  halal  bagi  keduanya,  baik pemberi maupun penerima, karena hal itu sebagai upah atas tenaga dan potensi yang dikeluarkannya.

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline