Lihat ke Halaman Asli

Ghofiruddin

Penulis/Blogger

Jika Kau Ingin Bicara: Asu!

Diperbarui: 15 November 2021   17:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto oleh form PxHere

Jika kamu ingin bicara, maka mulailah. Aku hanya ingin berbaring di sini, di atas sebuah kasur yang keras, yang ranjang kayu tuanya akan bersuara kereket setiap kali tubuhku berpolah. 

Aku hanya ingin menikmati kegelapan di kamar ini, berpura-pura menjadi seorang pemurung yang sedang patah hati, yang baru saja ditinggalkan kekasihnya saat badai angin topan serta derasnya hujan pertama kali menghantam tanah di luar yang kersang, hingga tetesan-tetesan air yang liar mentahbiskan sebuah celah di antara tatanan genteng yang tidak terlalu rapat; bocor yang menggelisahkan kedalaman. 

Aku hanya ingin diam di sini, berbaring, sembari memandang tirai berwarna hijau yang menghambat laju cahaya kelabu di luar yang hendak menerobos ke dalam sebuah ruangan yang semerbak dengan bau minyak kayu putih. Aku ingin mendengar remang-remang suaramu yang tengah membaca kitab suci, meskipun tidak ada yang bisa kudengarkan dan bisa kusimak dengan seksama setiap makna yang terlafalkan di antara bibir-bibir yang terkatup. 

Nada tidak akan bisa tercerna, dan irama telah terbiaskan oleh rinai hujan di luar dan oleh gelegar guntur yang berceloteh tentang gertakan-gertakan purba yang dulu disalahkaprahi sebagai kutukan para dewa. 

Namun, tampaknya kau sedang tidak ingin bicara, dan tampaknya aku tadi telah salah menduga. Kelebatan tubuhmu tadi sempat mondar-mandir di bibir pintu kamar, dan aku mengimajinasikan dalam terpejamku seolah-olah kamu sedang mengawasi deraan napasku yang hening, atau mengamati gerak-gerik tubuhku yang paling terasing. 

Saat itu, aku mulai berharap kau untuk bicara dan mengajakku keluar untuk membeli makanan-makanan dan minuman-minuman ringan di sebuah toko yang dijaga oleh seorang perempuan cantik yang hanya bisa kuimajinasikan setelah mendengarkan cerita-cerita dari lisanmu. 

Rambutnya panjang sebahu, dan tentang wajahnya yang kudus, aku hanya bisa menempelkan seraut wajah seorang aktris bernama Angela. Dia sering nongol di layar kaca televisi yang mulai usang dengan ketidakpiawaian dalam mengikuti kompleksitas spontanitas yang terskenario. 

Dan, bukan suaramu yang mulai menguarkan kata-kata. Kau berlalu untuk melihat ke sekeliling pada saat berita kematian disiarkan dari sebuah corong di sebuah masjid. Tetangga sebelah yang kita tidak tahu rumahnya, mati. Dan, untuk itu kau sibuk berjalan menuju pintu depan untuk menutupnya rapat-rapat. Kau tidak menerima tamu. Kau tidak menerima undangan. Kau tidak akan hendak menyumbangkan doa yang terseragamkan dalam lingkaran-lingkaran yang tidak pernah terapatkan. 

Sedangkan aku, pikiranku tiba-tiba berkelebatan dengan skenario-skenario tentang kematian seperti apa yang akan menimpaku kelak. Skenario pertama, mungkin aku akan mati di sebuah tempat yang jauh dan asing, yang pada waktu tertentu pemandangan tanah di sekeliling akan begitu putih, memantulkan cahaya dari langit kelabu yang terang-terangan merintikkan bongkahan-bongkahan dingin yang mengujurkan sensasi rasa malas untuk memandikan mayatku. 

Saat itu, cukup minyak kayu putih atau minyak telon sebagai pewangi tubuhku, dan sebuah tatapan sendu dari jarak 1234567890 kilometer yang mereka-reka tentang sebuah bayangan di dalam pikiran, tubuh yang hendak disemayamkan di dalam sebuah kebakaran yang jalang, yang menghancurkan dan meluluhlantakkan seluruh daging dan tulang belulang yang tidak mungkin lagi bergetar oleh rekayasa-rekayasa rongsokan. Ia telah menjadi abu-abu halus dan asap-asap darinya menyatu di dalam udara untuk bertemu sekawannya yang paling satu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline