Oleh karena artikel Saudara Hafiful Hadi Sunliensyar yang berjilid-jilid dengan topik "Menyikapi Klaim Sumbar dan Jambi Mengenai Status Gunung Kerinci" telah sampai pada artikelnya yang terakhir dan mengingat bahwa apapun artikel tanggapan dari saya ataupun pada kenyataan pertanyaan saya yang dahulu dalam tanggapan yang pertama tersebut tidak akan ditanggapi oleh saudara Hafiful, maka saya turunkan pula sarahan saya yang terakhir ini atas semua artikel tersebut sekaligus kesimpulan bagi saya secara pribadi dan semoga ada manfaatnya bagi Encik - Encik dan Tuan - Tuan sidang pembaca yang budiman.
Kesemua tulisan-tulisan saya tiada lain tiada bukan dimaksudkan untuk memberikan perspektif baru atas artikel Saudara Hafiful Hadi Sunliensyar dan memberi perimbangan bahwa apapun jenis karya tulis haruslah pula berdiri tegak diatas objektivitas dan tahan uji tahan tapo.
Saya berharap kiranya ada yang berkenan membaca tulisan - tulisan saya ini dari awal hingga akhirnya hendaknya sehingga didapati pulalah apa yang menjadi maksud dan tujuan saya atas tanggapan atas artikel tersebut. Terlebih terkurang saya sampaikan permohonan maaf atas segala kekeliruan yang mungkin timbul selama beberapa hari terakhir.
I. Kesimpulan Saya terhadap penamaan Gunung Kerinci dahulu kala
Dalam pada kenyataan artikel saudara Hafiful yang pertama itu (Lihat Disini) telah kita dapati kenyataan bahwa pendapat yang mengatakan nama Gunung Kerinci iyalah "Gunung Berapi" dahulu kala oleh penulis bersumberkan kepada dua buah celak Piagam ( jika di Aceh kita bisa melihatnya dalam pada sarakata dan di Minangkabau kita bisa melihatnya pada Ciba/JIB) yang dikeluarkan oleh Kesultanan Jambi beristana di Tanah Pilih yang membawahi wilayah-wilayah sejak dari Tanjung Simalidu ke hilir sejak dari Kaki Gunung Berapi sampai ke tepi laut.
Surat Celak Piagam yang disampaikan kepada pembesar - pembesar Alam Kerinci khususnya Depati Tanah Sekudung oleh Seri Sultan Anum Suria Ingalaga tersebut sebagaimana yang telah dialih aksarakan oleh Voorhoeve (1941) sebagai dasar yang diajukan Saudara penulis atas penamaan "Gunung Berapi" dengan nomor Tambo Kerinci 161 dan Tambo Kerinci 173 (Lihat Disini) telah saya terima dan tidak saya bantah sejak dari artikel sarahan saya yang pertama sampai yang penghabisan.
Saudara penulis menambahkan dalam catatanya yang kedua (Lihat Disini) dan ketiga (Lihat Disini) bahwa penamaan "Gunung Berapi" juga tercatat dalam Laporan dari kontrouler van Indrapura W.C. Hoogkamer tertanggal 31 Desember 1876 dalam Verhandelingen van Het Bataviaasch Genootschap van Kunsten En Wetenschappen. Deel XXXIX.
Senada dengan Saudara Hafiful Hadi Sunliensyar, dalam laporan Belanda berjudul Oost Indisch Legger Westkust Van Sumatra 1816-1845 oleh Lange (1852) yang lebih awal dari laporan Hoogkamer tersebut tentang penamaan "Gunung Berapi" dapat pula kita temukan. Lebih jelasnya, dalam peta wilayah barat Sumatera dalam halaman 501 laporan tersebut Gunung Kerinci sekarang juga disebut sebagai Gunung Berapi.
Lebih lanjut, dalam sumber-sumber Kerinci sendiri yakni dalam Tambo Kerinci (1941) nomor 7 pusaka Datoek Singarapi Soelah Dusun Ampeh Sungai Penoeh, nomor 143 dan nomor 144 pusaka Depati Penawar Radjo Doesoen Air Angat, nomor 169 pusaka Depati Moedo Doesoen Kota Tengah, nomor 175 pusaka Depati Intan Moearo Masoemai Doesoen Sioelak Moekai juga ditemukan kata-kata "Gunung Berapi" yang merujuk kepada Gunung Kerinci sekarang.
Mengenai pendapat saya akan nama lain dari "Gunung Berapi" tersebut yakni "Gunung Berapi Hilir" saya sumberkan sendiri kepada Tambo Kerinci (1941) No. 171 yang disimpan oleh Depati Mangkoe Boemi Toeo Soetan Nanggalo di Dusun Siulak Gedang. Selain daripada itu, didapati pula penamaan Gunung Berapi hilir dalam Nurana dkk (1992) yang berbunyi "Laras Koto Piliang iyalah sehingga Tanjung Padang Mudik, hinggak guguk sikaladi mudik, hingga lawik nan sedidih, hingga gunung berapi hilir".
Dalam Sri Guritno dkk (1993) tertulis "Silanggundi hilir, sahingga lautan nan sadikit sahinggo Gunung berapi hilir, kuliling gunung samuanya, sahedaran Batang Bangkawas, salihit gunung Berapi laras Koto Piliang namanya". Hal yang sama dapat pula kita temukan dalam Edward Djamaris (1991) sebagai berikut "Adapun Laras Koto Piliang nan hing- gan Tanjung Gadang mudik, nan hinggan Sikaladi mudik, nan hing- gan laut nan sadidih, nan hinggan Gunung Berapi hilir, kelilingnya Gunung Berapi semuhanya,".