Keluarga dengan anak berkebutuhan khusus, atau sering disebut keluarga ABK, merupakan salah satu bentuk keluarga yang sering terabaikan hingga saat ini. Di daerah pedesaan Indonesia, ABK masih sulit diterima oleh masyarakat dan rentan mendapatkan diskriminasi karena perbedaan fisik dan psikis. Data statistik tahun 2021 menunjukan bahwa jumlah ABK usia 5-19 tahun sebanyak 3.3 persen dari 66,6 juta jiwa.
Dengan data tersebut, menarik untuk membahas hubungan ABK dan lingkungannya. Topik mengenai etika lingkungan penting untuk diketahui keluarga ABK sebagai bentuk tanggung jawab memelihara keberlanjutan bumi.
Untuk mengetahui bagaimana realitas hubungan antara keluarga ABK di desa, lingkungan, dan tingkat kesejahteraannya dilakukan wawancara dengan lima keluarga yang tersebar di berbagai daerah Indonesia (Desa Carang Pulang, Kabupaten Bungo, Kabupaten Suka Bumi, Kecamatan Padalarang, dan Desa Jatihandap).
Wawancara yang dilakukan pada 25 Februari 2023 menghasilkan beberapa pernyataan yang menarik mengenai hubungan kemampuan manajemen keluarga dengan anak berkebutuhan khusus dan lingkungan dengan tingkat kesejahteraan keluarga tersebut.
Keluarga ABK dan Sumber Daya Lingkungannya
Bahasan mengenai keluarga dan lingkungan sudah banyak diangkat dan dibicarakan oleh masyarakat, tetapi bagaimana dengan keluarga beranggotakan individu disabilitas? Apakah ada perbedaan hubungan antara Keluarga ABK dengan linkungan? Wawancara bersama lima keluarga ABK dilakukan dengan indikator pengetahuan lingkungan air, udara, energi, limbah, dan polusi.
Dari hasil wawancara ditemukan bahwa mayoritas keluarga ABK belum mengetahui etika lingkungan. Dua dari lima keluarga ABK memiliki pengetahuan dan pemahaman untuk berhemat ketika berhadapan dengan sumber daya lingkungan, tetapi alasan penghematan tersebut menarik untuk dibahas lebih lanjut.
Berdasarkan jawaban keluarga ABK ketika dihadapkan pertanyaan mengenai alasan melakukan penghematan ditemukan bahwa kebanyakan keluarga melakukan penghematan karena faktor ekonomi. Kesadaran perilaku hemat yang dilakukan keluarga ABK memang tidak salah jika didasari keadaan ekonomi, tetapi apakah penghematan tersebut menjadi signifikan memberikan dampak kepada lingkungan?
Kesadaran lingkungan tersebut ternyata tidak signifikan memberikan dampak, karena adanya inkonsistensi antara pengetahuan dan perilaku. Inkonsistensi yang terjadi disebabkan oleh keluarga ABK tidak mengetahui apa yang harus dilakukan, tidak memiliki waktu, dan uang yang bisa dimanfaatkan untuk menjaga lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga ABK yang ada di desa masih terkendala dengan faktor akses terhadap pendidikan, ekonomi, dan akses lainnya yang masih belum maksimal.
Keterbatasan vs Kesejahteraan Keluarga
Keterbatasan mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga ABK, untuk mengetahui tingkat kesejahteraan keluarga ABK pertanyaan wawancara dibuat dengan dimensi ekonomi, sosial, emosional, dan lingkungan. Hal menarik yang ditemukan dari penuturan mayoritas keluarga ABK adalah mereka merasa belum mencapai tingkat kepuasan yang maksimal. Apa penyebab mereka merasa belum puas?