Sejak dimulainya tahun ajaran baru pada 13 Juli 2020, para siswa mengawali kegiatan sekolah secara daring sebagai salah satu langkah pencegahan kasus Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Hal ini membuat siswa mau tak mau berkonsentrasi lebih keras karena suasana pembelajaran yang berbeda dari biasanya.
Padahal, demi mendapatkan hasil yang memuaskan, siswa harus memiliki konsentrasi yang baik ketika sedang belajar. Konsentrasi memiliki peran yang sangat penting, yaitu sebagai sumber pemahaman siswa selama belajar, penambah semangat, dan motivasi mereka dalam menggapai cita-cita.
Sayangnya, pada masa pandemi COVID-19 ini, kemampuan berkonsentrasi siswa terhalang oleh peningkatan tekanan emosi, khususnya pada siswa SMA yang masih remaja.
Pada bagian pendahuluan dari jurnal yang berjudul Kematangan emosi remaja dalam pengentasan masalah oleh Nia Febbiyani Fitri dan Bunga Adelya, tertulis bahwa pada tahap remaja seorang remaja akan mengalami perkembangan emosi. Dikutip dari jurnal tersebut, masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Oleh karena itu, remaja sangat rentan terhadap tekanan emosi yang tinggi.
Tia Wahyu Lestari, seorang guru Bimbingan Konseling di SMA Negeri 1 Jember menambahkan bahwa siswa cenderung mengalami tekanan emosi terutama jika menyangkut kegiatan belajarnya. "Salah satu faktornya yang memengaruhi konsentrasi belajar (dalam hal tekanan emosi) adalah perasaan takut dan cemas", terangnya.
Perasaan takut dan cemas dapat memengaruhi konsentrasi belajar baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung, contohnya ketika siswa merasa takut dalam menghadapi mata pelajaran yang tidak ia sukai bahkan sampai menghindari mata pelajaran tersebut. Hal itu menyebabkan hasil belajar siswa tidak maksimal.
Sedangkan, untuk pengaruh secara tidak langsung pada umumnya terjadi ketika tekanan emosi yang dialami sudah berlebihan dan berdampak pada kesehatan fisiknya, seperti sakit kepala dan asam lambung yang naik.
Tia Wahyu Lestari juga menyebutkan bahwa tekanan emosi yang berlebihan pada siswa dapat berpengaruh buruk bagi mereka di masa depan jika tidak mendapatkan penanggulangan yang tepat, terutama ketika siswa tersebut sudah memasuki dunia perkuliahan dan dunia pekerjaan yang menjunjung tinggi profesionalitas, disiplin, dan kemandirian seseorang.
Sehingga, masalah penanggulangan tekanan emosi pada siswa harus ditemukan jalan keluarnya agar siswa dapat berkonsentrasi dalam belajar tanpa adanya konflik emosional dalam diri mereka. Tiga pihak yang berperan penting dalam menyelesaikan masalah tersebut adalah pihak sekolah, pihak keluarga, dan siswa itu sendiri.
Pihak sekolah merupakan tempat belajar siswa secara formal dan memiliki peran memandu siswa baik dalam bidang akademik maupun non akademik. Sehingga, sekolah dapat memberikan solusi dalam meringankan tekanan emosi siswa melalui pengarahan psikologis dengan Bimbingan Konseling secara teratur. Pengarahan tersebut berdasarkan pada permasalahan yang ada dalam diri siswa, sehingga diharapkan siswa mampu menyelesaikan masalahnya dan tidak mendapatkan tekanan emosi yang berlebihan dari masalah tersebut.
Pihak selanjutnya yaitu keluarga yang menjadi rumah pertama bagi siswa, hal ini membuat peran keluarga sangat krusial dalam membantu meringankan tekanan emosi siswa. Keluarga siswa dapat melakukan hal tersebut dengan menjadi tempat bercerita bagi mereka. Penyediaan fasilitas yang mendukung pembelajaran maupun relaksasi siswa di rumah juga dapat membantu siswa untuk lebih berkonsentrasi dalam belajar.