Lihat ke Halaman Asli

moch abu dzar

mahasiswa

Materi, Puasa, dan Idul Fitri

Diperbarui: 28 April 2023   15:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Selama ini makna puasa seringkali dikaburkan oleh sebagian orang, mereka menganggap puasa hanya sebatas ibadah semata karena mereka menganggap diri mereka beragama. Dan karena agama mewajibkan puasa maka ia berpuasa. Mari kita tangguhkan sejenak perintah agama supaya kita bisa se-objektif mungkin dalam menyikapi puasa yang menjadi ajang ibadah tahunan umat Islam. Selain itu agar kita dapat mengetahui makna dan hakikat puasa, serta manfaat yang diberikan pada diri kita. 

Tidak bisa dipungkiri bahwa, kita sebagai manusia tidak terlepas dari dimensi kematerian, selama kita hidup di dunia tidak bisa kita melepas diri dari itu, sebab berapa banyak dimensi atau hal-hal yang bersifat materi bermanfaat bagi kelangsungan hidup kita baik secara individual maupun sosial, ketika ada orang yang bersikap penolakan atas suatu hal-hal yang materi maka ia orang yang (paling) tidak realistis. Tapi, dari sini muncul persoalan lebih lanjut yakni, apakah materi menjadi realitas satu-satunya? Dan, Apakah ada sesuatu di balik materi yang ia juga terhimpun dalam realitas? Jawaban bagi pertanyaan pertama adalah "tidak," dan jawaban bagi pertanyaan kedua adalah "ada." Penjelasan bagi jawaban pertama dan kedua adalah sebagai berikut: telah kita ketahui bersama bahwa materi bukanlah realitas satu-satunya karena, terdapat suatu realitas yang kita tidak bisa mengindranya tapi meyakini keberadaannya. Misal, pikiran kita, itu adalah bagian dari realitas, kita mengakui adanya, dan tanpa bisa diindra oleh manusia, selain itu adalah perasaan cinta, lapar, haus, sedih, senang itu semua ada dalam diri kita dan kita yakini dengan sangat, tapi ia tidak bisa diindra oleh manusia dengan alat indra yang dimilikinya. Maka dari itu, tentunya materi bukanlah realitas satu-satunya. Jika ada orang menolak realitas seperti itu ia adalah orang yang paling tidak realistis. Karena pada faktanya, semua itu (baik terindra atau tidak, materi atau non-materi) ada dan kita tidak bisa menolak akan keberadaannya. 

Lantas apa hubungan dari materi atau non-materinya sesuatu dengan puasa? Di atas telah disebutkan bahwa kita tangguhkan sejenak tentang perintah puasa adalah ibadah, dalam artian, disini kita berusaha membedah makna dan hakikat puasa secara filosofis, tentunya tulisan ini adalah suatu kemungkinan bukan kepastian.

Puasa sering diartikan sebagai ajang "seremonial materialisme" semata dalam artian, puasa hanya berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kematerian bukan kenonmaterian, akhirnya puasa hanya sebatas sebagai ajang kuat-kuatan menahan lapar dan haus sampai terbitnya waktu maghrib atau buka, yang akhirnya nilai atau makna di dalamnya tidak ada pengaruhnya sama sekali bagi kualitas kehidupan diri seseorang, baik bagi individualnya ataupun sosialnya, Akhirnya puasa hanya bermakna ibadah tahunan yang tidak memiliki nilai apa-apa. Padahal, jika ingin diperhatikan lebih jauh, puasa lebih dari itu (lapar dan haus). Sebab, puasa adalah upaya menahan diri dari segala bentuk kecenderungan materi dan menumbuhkan kecenderungan non-materi. Segala bentuk kecenderungan materi adalah pemfokusan diri pada hal-hal yang bersifat materi saja dan bermanfaat secara empirik bukan rasional. Nah, dalam hal ini puasa hadir sebagai upaya untuk mengangkat manusia dari kecenderung materi dan manfaat secara empirik, ia hadir di tengah-tengah masyarakat muslim sebagai suatu bentuk penyadaran akan manusia bahwa ada dimensi non-materi dan bermanfaat secara rasional yang harus pula diperhatikan pada diri manusia. 

Dengan puasalah kita disadarkan olehnya bahwa dimensi rasional atau non-materi haruslah diberi perhatian lebih juga agar terjadi keseimbangan hidup dalam diri manusia. Inilah pandangan dunia Islam yang penuh akan nilai dan makna di dalamnya. Yang harus diketahui bersama, yakni antara dimensi empirik (materi) dan rasional (non-materi) bukanlah suatu hal yang terdikotomikan, sebab keduanya bukanlah dua dimensi yang saling bertentangan lantas terdapat usaha oleh sebagian orang yang ingin menyatukan, tapi lebih dari itu, antara materi dan non-materi adalah satu garis lurus yang tidak akan terpisah. Di sisi lain, Hadirnya Islam ingin membentuk satu poros pandangan dunia baru, komprehensif, dan realistis, dengan arti tidak empirisme semata dan rasional semata pula, tapi keduanya adalah satu kesatuan dalam diri manusia dan suatu hal yang tidak bisa dipungkiri keberadaannya yang mana mempunyai tingkatan dan cara kerja berbeda satu sama lainnya, disamping keduanya saling berhubungan. 

Maka itu, dengan memberi perhatian penuh pada hal-hal yang bersifat non-materi pada diri manusia akan menyadarkannya bahwa terdapat suatu dimensi spiritual manusia yang itu harus dikembangkan dan selalu diberikan asupan gizi yang baik, tujuannya adalah untuk menjaga dimensi tersebut agar selalu terjaga dari hal-hal yang buruk dan menghasilkan suatu kondisi kejiwaan yang baik pula. Hal ini tentunya berhubungan dengan jiwa yang ada pada diri setiap manusia. Dan, puasa adalah salah satu bentuk dari "asupan gizi yang baik" bagi jiwa atau dimensi spiritual tersebut. Supaya manusia benar-benar memanfaatkan dan tidak menyia-nyiakan dirinya (baik secara materi dan non-materi), ketika telah mencapai tahapan demikian selanjutnya ia akan beridul fitri, yakni ia selalu memberikan makanan yang baik bagi dirinya (materi dan non-materinya) agar terhindar dari segala bentuk penyakit buruk dan tidak mendzolimi dirinya sendiri. Sebagaimana perkataan Sayyidina Ali: "setiap hari adalah idul fitri bagi mereka yang tidak melakukan dosa. Hari Id adalah kembalinya manusia ke Fitrah dan asalnya di hadapan Tuhan." Dalam hal ini ayat al-Qur'an juga menyebutkan, "wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku." (Q.S. Al-Fajr [89]: 27-30) 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline