Lihat ke Halaman Asli

Asep Abdurrahman

Hidup untuk berkarya dan berkarya untuk hidup

Pemilu dalam Catatan Pendidikan Karakter

Diperbarui: 13 Mei 2019   17:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: KOMPAS

Gelaran pemilu yang dilaksanakan serentak hampir satu bulan yang lalu, menyisakan sekelumit cerita menarik bagi sejumlah KPPS. KPPS sebagai tangan kepanjangan KPU, bertanggungjawab melaksanakan pemilu dengan jurdil dan luber. Bagi masyarakat, pemilu kali ini banyak menguras mental emosional dan fisik yang sangat melelahkan.

Menurut catatan KPU, pahlawan demokrasi yang meninggal sampai hari ini (CNN Indonesia, 4/5/2019) sudah mencapai 440 orang. Sementara KPPS yang menderita sakit 3.788 orang. Miris memang, melihat dan mendengarnya.

Ditengah-tengah berjatuhan korban KPPS, "elit politik yang tergabung 01 dan 02 sibuk mengawal suaranya masing-masing". Seolah-olah "lupa" terhadap tangisan keluarga KPPS yang meninggal karena kelelahan. Padahal, tanpa mereka pemilu tidak akan berjalan dengan baik.

Walaupun pihak KPU akan memberikan santunan bernilai puluhan juta rupiah, tetapi satu nyawa terlalu mahal untuk dinilai dengan uang. Maka wajar, sejumlah pihak banyak menyuarakan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pelaksanaan pemilu.

Selain itu, pemilu kali ini banyak menuai korban. Mulai dari korban fisik, harga diri, persaudaraan, pertemanan, persahabatan, jabatan, sampai pada karakter saling ejek, nyinyir, membuly, dan memfitnah dengan cara menyebar berita hoaks.

Termasuk slogan pemilu yang jurdil dan luber itu, ternyata menciderai karakter bangsa Indonesia yang dikenal santun dan ramah.

Dinamika Pemilih 17 April
Hingar bingar perpolitikan bangsa Indonesia menjelang 17 April 2019, sudah terasa mulai tahun 2018. Ditahun 2018, penetapan Capres-Cawapres sudah dilakukan dan ditetapkan oleh KPU. Menariknya, jika kita tengok rangkaian panjang penetapan Capres-Cawapres, disatu pihak ada yang melalui ijtima ulama. Di pihak yang lain, ada yang mengisi momentum ijtima ulama.

Dari sini pun, masyarakat sudah mulai terbelah. Terlebih setelah penetapan nomor urut Capres-Cawapres. Situasi masyarakat semakin menjadi-jadi soal dukung mendukung. Aksi dukung mendukung dalam perkembangannya, tidak sedikit dilalui oleh masyarakat dunia nyata dengan saling bersitegang.

Tak mau mengalah. Masing-masing pihak ingin menang sendiri. Akhirnya menimbulkan bentrok fisik dan menimbulkan korban jiwa. Kondisi yang lebih bebas lagi, terjadi dalam dunia maya. Dalam dunia maya, hampir tiap hari kita temukan para nitizen mengupload deskripsi dan narasi paslon yang dijagokannya.

Disisi lain, ada pihak nitizen yang tersinggung atas statusnya. Akhirnya, perang statament-pun banyak ditemukan di media sosial. Tiap hari media sosial banyak ditemukan opini, foto, video bahkan berita yang menyudutkan pasangan calon tertentu.

Responnya sangat beragam. Ada yang memuji, netral, dan mengejek. Pada perjalanannya, musim politik, media sosial kebanyakan diisi oleh komentar yang miring. Satu pihak memuji. Dipihak lain menjelek- jelekan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline