Lihat ke Halaman Asli

Ghifarul Madilla

Mahasiswa UPN Veteran Yogyakarta Jurusan Hubungan Internasional

Peluang dan Performa Ekspor Indonesia dalam Diplomasi Ekonomi IJEPA

Diperbarui: 15 Juni 2023   16:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Diplomasi ekonomi merupakan agenda penting bagi setiap negara untuk mengembangkan pengaruhnya dalam lingkup internasional. Diplomasi ini juga menjadi kunci utama bagi negara untuk mencapai kepentingan nasionalnya dengan memaksimalkan target dan capaian kinerja skema kerja sama ekonomi. Pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo, banyak sekali haluan kebijakan dikerahkan untuk mengurangi regulasi dan menyederhanakan struktur birokrasi guna meningkatkan daya saing industri. Salah satunya adalah memanfaatkan dengan penuh satu skema kerja sama ekonomi dengan Jepang yaitu Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) yang mulai efektif diberlakukan sejak 1 Juli 2008. 

Pada dasarnya, Economic Partnership Agreement (EPA) memiliki konsep yang berbeda dengan Free Trade Area (FTA). FTA cenderung lebih fokus kepada penghapusan hambatan pertukaran barang dan jasa dalam skema kerja sama multilateral, (kata "area" merepresentasikan suatu wilayah/kawasan). EPA sendiri merupakan pengurangan hambatan pertukaran tidak hanya mengenai barang dan jasa saja, tetapi juga termasuk bidang lain seperti investasi hingga pengembangan SDM yang masih sejalan dengan kerja sama ekonomi. EPA dilakukan berdasarkan kesepakatan bilateral antara dua negara melalui negosiasi formal dan bertahap. Gagasan kerja sama IJEPA ini telah dicetuskan sejak pemerintahan Presiden Megawati (2003) dan masih terus mengalami perkembangan melalui rezim Presiden SBY hingga sekarang Presiden Joko Widodo. 

Dari bentuk kerja samanya, IJEPA memang terdengar sangat menjanjikan untuk perkembangan ekonomi Indonesia. Didalamnya terdapat pengurangan hambatan pertukaran dan berbagai skema pengembangan potensi lainnya yang dapat memberikan stimulasi perkembangan ekonomi dalam negeri. Lalu, bagaimanakah sebenarnya performa dari Indonesia dalam melaksanakan IJEPA ini? Apakah Indonesia telah memaksimalkan peluang kerja sama ini? Mengingat Jepang merupakan negara yang maju, Indonesia seharusnya mampu mengimbangi kinerja Jepang dalam mencapai target-targetnya.  

Menurut laporan dari Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, terdapat rekam jejak pada tahun 2008-2017 bahwa perbandingan SKA (Surat Keterangan Asal) ekspor dan impor, Jepang lebih sering menggunakan sistem preferensi IJEPA daripada Indonesia. Hal ini tercermin dari penggunaan impor Indonesia ke Jepang (60-76%) dibandingkan ekspor Indonesia ke Jepang (47-51%). Dari angka tersebut terlihat bahwa performa Indonesia dapat dikatakan kurang maksimal karena kurang memanfaatkan kesempatan ekspor yang memang hambatan-hambatannya telah diminimalisasi. 

Indonesia terus berusaha untuk meningkatkan kegiatan ekspornya dengan terus memperbaiki kualitas barang dalam negeri agar dapat menjadi daya tarik masyarakat Jepang. Jika dilihat dari total ekspor dari beberapa tahun terakhir, Indonesia masih tetap menunjukkan progress yang baik dimana tetap ada peningkatan jumlah ekspor. Data dari Bank Indonesia menunjukkan peningkatan ekspor Indonesia ke Jepang yang didominasi oleh barang non-migas dari tahun 2019-2022. Walaupun sempat sedikit menurun karena pandemi COVID-19, tetapi komoditas ekspor cepat memulih dan menunjukkan peningkatan kembali. Namun demikian, ada beberapa hal yang cukup disayangkan dalam kegiatan ekspor ini. 

Diketahui bahwa barang ekspor ini didominasi oleh barang non-migas yang masih mentah. Hal ini seharusnya menjadi fokus utama Indonesia untuk mengembangkan barang non-migas mentah itu menjadi produk jadi (diolah terlebih dahulu) sehingga dapat meningkatkan harga barang yang diekspor. Dengan demikian, keuntungan yang akan didapat oleh Indonesia akan meningkat dan diversifikasi produk akan lebih berkembang dan pasar Indonesia akan menjadi sorotan negara lain juga. Peluang performa untuk Indonesia mencapai target lain untuk memperkuat kerja sama ekonomi di tingkat bilateral, regional, dan internasional akan lebih menjanjikan. 

Dalam skema IJEPA ternyata terdapat berbagai poin yang membuat Indonesia belum bisa memaksimalkan nilai ekspornya ke Jepang. Jepang belum sepenuhnya menghilangkan hambatan ekspor bagi Indonesia seperti preferensi tarif bea masuk pada komoditas  ikan tuna kaleng yang masih ada di angka 7%. Adapun pembatasan pemasokan buah pisang dari Indonesia, walaupun bea masuknya 0% Indonesia hanya boleh memasok sebesar 1.000 ton per tahunnya. Padahal seperti yang diketahui, produk pertanian dan perikanan Indonesia memiliki potensi yang sangat tinggi di pasar Jepang. Dalam bidang pertanian, khususnya untuk bahan baku buah-buahan tropis, Jepang saat ini sangat bergantung pada pasokan buah-buahan dari luar negeri. Produksi buah di Jepang hanya memenuhi 39% kebutuhan domestik. Sementara ekspor buah tropis Indonesia ke Jepang melalui IJEPA telah mampu mengekspor pisang, nanas dan bunga krisan ke Jepang dengan kuota yang relatif kecil. 

Kedepannya perundingan antar Indonesia dan Jepang akan sangat menentukan kesempatan pengembangan perekonomiannya masing-masing. Pemerintah Indonesia seharusnya mampu meyakinkan Jepang agar pihaknya dapat menurunkan kembali beberapa bea masuk agar ekspor Indonesia mendapatkan stimulasi. Indonesia pun bisa memberlakukan hal yang sama terhadap Jepang agar barang impor dari Jepang tidak menguasai pasar dalam negeri. Hal ini harus menjadi perhatian utama karena IJEPA berfokus terutama pada pengurangan tarif bilateral, beberapa pemimpin bisnis Indonesia merasa skeptis bahwa JIEPA dapat menjadi mesin pertumbuhan domestik di bidang manufaktur dan khawatir hal itu akan memfasilitasi dumping produk Jepang lebih lanjut di pasar Indonesia. Ditambah lagi Indonesia belum mampu untuk menjual barang jadi ke Jepang yang telah lama menjadi sumber ketegangan bilateral. Memanglah barang dari Jepang cenderung masih lebih tinggi harganya di pasar dalam negeri jadi komoditas lokal masih bisa bersaing. Namun demikian, Indonesia perlu memperbaiki kualitas produk dalam negeri agar memiliki nilai jual yang lebih tinggi di pasar luar negeri. 

References

Bank Indonesia and KBRI Tokyo. 2023. "Total Perdagangan Indonesia - Jepang (2019 - 2023)." JAIPONG. https://www.dashboard.kbritokyo.jp/ekspor-impor.

Free Trade Agreement Center. 2018. Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline