Thariq bin Ziyad bin Abdullah bin Walgho bin Walfajun bin Niber Ghasin bin Walhas bin Yathufat bin Nafzau, beliau adalah putra dari suku Ash-Shadaf, yang tinggal di wilayah Al-Atlas di Afrika Utara. Sekitar tahun 50 Hijriah. Menurut seorang sejarawan, Syauqi Abu Khalil, yang dikutip oleh Alwi Alatas, mengatakan bahwa Thariq berasal dari keluarga muslim dan telah dididik secara Islam oleh ayahnya sejak kecil di Ifriqiya pada masa kekuasaan Uqbah bin Nafi. Namun, banyak sejarawan menganggapnya berasal dari bangsa Berber. Masa kecilnya sama dengan masa kecil kebanyakan umat Islam saat itu, beliau belajar membaca dan menulis dan juga menghafal surat-surat dalam Al Quran dan Hadits.
Thariq bin Ziyad merupakan bekas budak yang dimerdekakan oleh Musa bin Nushair dan di tangannya juga Thariq bin Ziyad memeluk agama Islam. Jiwa ksatria Thariq bin Ziyad semakin terlihat setelah dekat dengan Musa bin Nushair, apalagi setelah memeluk Islam.
Pasukan perang bergantung pada panglima sebagai pusat dan sandaran mereka. Dengan pemahaman ini, Musa bin Nushair kemudian mengangkat Thariq bin Ziyad (50-102 H/670-720 M) sebagai komandan pasukan Barbar yang berani menuju Andalusia. Dia adalah panglima yang menggabungkan rasa takut kepada Allah dan sikap wara', keahlian militer, cinta jihad, dan keinginan untuk mati syahid di jalan Allah. Dalam usahanya menaklukkan Andalusia, Thariq bin Ziyad mempunyai beberapa gaya kepemimpinan yang dipakainya sebagai berikut.
1. Demokratis
Sebelum umat Islam menguasai Andalusia, daratan Siberia itu dikuasai oleh seorang raja zalim yang dibenci oleh rakyatnya, yaitu Raja Roderick. Di sisi lain, berita tentang keadilan umat Islam masyhur di masyarakat seberang Selat Gibraltar (antara Eropa & Afrika) ini. Oleh karena itu, orang-orang Andalusia sengaja meminta tolong dan memberi jalan kepada umat Islam untuk menggulingkan Roderick dan membebaskan mereka dari kezalimannya.
Segera setelah permintaan tersebut sampai kepada Thariq, ia langsung melapor kepada Musa bin Nushair (Gubernur Afrika Utara) untuk meminta izin membawa pasukan menuju Andalus. Kabar ini langsung disampaikan Musa kepada Khalifah al-Walid bin Abdul Malik (Khalifah ke-6 Bani Umayyah) dan beliau menyetujui melanjutkan ekspansi penaklukkan Andalusia yang telah dirintis sebelumnya. Dengan memperhatikan nasib umat Islam, dan aksi nyata dalam menyalurkan permintaan keadilan kepada gubernur nya, Thariq bin Ziyad layak dianggap sebagai pemimpin yang demokratis.
2. Kharismatik
Secara fisik Thariq bin Ziyad memiliki ciri khas, yaitu sebuah tahi lalat yang berada di bahu kiri dan ditumbuhi rambut. Hal ini dikutip oleh Nurjannah dari karya Hidayatullah dan Abdul Latif, Pejuang dan Pemikir Islam dari Masa ke Masa.
Dalam perjalanan menaklukkan Afrika Utara, Musa bin Nushair dibuat kagum dengan kesungguhan dan keberanian salah seorang pasukannya yang bernama Thariq bin Ziyad. Setelah menaklukkan beberapa wilayah, akhirnya pasukan ini berhasil menaklukkan Kota Al-Hoceima, salah satu kota penting di Maroko. Kota ini sebagai wilayah strategis yang mengantarkan pasukan Islam menguasai semua wilayah Maroko. Musa kembali ke Qairawan sedangkan Thariq menetap di sana dan memberi pengajaran keagamaan kepada masyarakat Barbar Maroko.
3. Moralis
Bagi bangsa Eropa, tentu saja kedatangan Islam melalui Thariq bin Ziyad membawa dampak besar terhadap perkembangan peradaban mereka, sebagaimana tergambar pada kemajuan Kota Cordoba. Ini adalah awal kebangkitan modern dan terbitnya matahari yang menerangi kegelapan benua Eropa. Kediktatoran dan hukum rimba berganti dengan norma-norma humanis yang membawa kedamaian.