Harus diakui, pemanasan global merupakan masalah serius bagi semua manusi di planet bumi ini. Untuk kontek Indonesia, dalam persoalan ini yang harus segera diatasi berkaitan dengan masalah penggundulan hutan, banjir, erosi, dan tanah longsor yang terus mendera masyarakat. Dalam buku “Islamic Green Living, Gaya Hidup Islami”, pemanasan global adalah efek negatif dari pola hidup manusia yang semakin konsumtif dan boros dalam memanfaatkan energy. (ix) Kehadiran agama sebagai sumber moralitas belum diperaktikan dengan utuh, sehingga menusia tidak dapat berakhlak secara utuh semestinya terhadap alam. Padahal alam merupakan tempat tinggal manusia. Kerusakan ekologis (alam) diakibatkan oleh kesalahan pendekatan teologis terhadap alam. Ini bermula dari ketidaktahuan dan ketidaksabaran manusia pada perannya sebagai khalifah di muka bumi ini. Lynn White Jr pernah mengkritik weltanscauung agama-agama monotistik yang tidak bersahabat dengan alam. Menurutnya penafsirna para pemuka agama bahwa posisi manusia itu superior di atas alam menyebabkan eksploitasi alam menjadi sakral. Ini menjadi salah satu akar masalah ekologi saat ini. Dengan demikian, kondisi alam dikhawatirkan akan semakin memperihatinkan. Ulama, birokrat, ilmuwan, dan semua orang sepakat tentang pencemaran lingkungan karena telah mencapai titik rawan yang sangat meresahkan. Ini diperparah dengan mentalitas masyarakat yang minus kesadaran untuk melestarika alam lingkungan. Graham Parkes, Prof. dari Universitas of Hawai mengajak para ilmuwan, budayawan, pegiat studi agama-agama untuk berpaling kepada agama dan ideologi Timur. Baginya alam dan lingkungan tidak saja dinilai sakral, tapi mengandung unsur ketuhanan. Alam diyakini sebagai sumber dari segala bentuk kearifan. (3-4) Pentingnya peran agama terhadap lingkungan membuat Dr. Hendri Bastaman, berkomentar tentang konservasi yang membutuhkan keterlibatan peran agama. Baginya, kegagalan konservasi diakibatkan tidak melibatkan agama sebenarnya sudah jauh terlihat pada 20 tahun silam. Pada tahun 1972 telah diadakan pertemuan di Stockholm Swedia yang melibatkan 100 negara. Saat itu pendidikan yang diyakini dapat menyelesaiakn masalah lingkungan adalah keilmuwan. Namun, setelah dicermati 15 tahun di pertemuan New York pada 1987, hasilnya justru mengejutkan banyak pihak. Pertemuan itu menyimpulkan bahwa eskalasi kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup semakin tinggi. (18-19) Hendaknya kita meneladani sosok Rasulullah dalam mengelola hidupnya dengan bersahabat pada alam. Ketika Rasulullah diserahi amanat untuk mensyiarkan Islam –agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam–, umatnya pun praktis diwajibkan untuk menebar rahmat bagi alam dan lingkungan. (vii) Dalam satu pandangan Islam, lingkungan benar-benar terjaga; Contohnya Rasul menganjurkan agar limbah dan kotoran tidak dibuang ke air yang tidak mengaril atau sumber air yang dimanfaatkan oleh orang banyak. (viii) Kecintaan nabi terhadap lingkungan sekitar membuat Muhammad pernah mencegah anak-anknya agar tidak bermain-main dengan anak burung dan meminta kepada para sahabat untuk menjaga agar bejana mereka selalu tertutup supaya air di dalamnya tetap bersih. (viii) Umat Islam selayaknya tidak hanya memanfaatkan apa-apa yang tersedia di alam, tapi harus melestarikanya pula sebagai kewajiban yang dibebankan kepadanya. Bumi, hewan, tumbuhan, dan segala yang ada di sekitar kita adalah makhluk Allah yang tidak boleh dirusak dan dizalimi. (ix) Buku ini terdiri dari 5 Bab; Pertama, krisis spiritual vs kelestarian ekologi. Kedua, bertasbih bersama alam. Ketiga, malaikat di bumi kita. Keempat, peran bangsa hewan dalam risalah Allah. Kelima, bersahabat dengan Bumi. Uniknya, setiap akhir bab selalu menyuguhkan tips dan trik untuk menjadi seorang muslim go green. Membaca buku ini akan membuka mata hati kita akan pentingnya melestarikan lingkungan demi kelangsungan hidup manusia. Ini dikarenakan kandungan-kandungan; pertama, panduan praktis menerapkan green living seperti yang dicontohkan Rasulullah saw. Kedua, tuntunan menerapkan pola hidup sehat dan hemat energi. Ketiga, dalil-dalil lengkap tentang kewajiban melestarikan alam. Keempat, kisah-kisah inspiratif dan fakta-fakta mengejutkan tentang bumi. Kagum atas pengelolaan lingkungan hidup berbasis agama ini, diungkapkan oleh Berry Nahdian Forqan, Executive Director Walhi “Kehadiran buku ini sangat tepat, ia muncul di tengah krisis lingkungan yang terus meluas sebagai akibat dari ketidakmampuan umat dalam memahami ajaran agama secara utuh. Buku ini dapat menyadarkan umat bahwa pelestarian alam merupakan bagian dari ajaran Islam.” Ajakan Takagani, international trainer di LVEP (Living Values: an Educational Program) untuk tetap mencitai alam perlu kita dukung secara bersama-sama supaya lingkungan tidak murka sekaligus unjuk kekuatan dengan terjadinya banjir, erosi dan tanah longsor. “Demi melestarikan alam ini, setiap orang harus menyadari nilai-nilai pada dirinya; jiwa harus membangun harmoni dengan alam.” Selamat membaca!
Buku: Islamic Green Living, Gaya Hidup Islami untuk Mengatasi Pemanasan Global Pengarang: M. Ziaulhaq Penyunting: M. Luttfi Fatahillah Desain Sampul : Joko Hendro Desain Isi dan Lay Out : Irvan Ardian Z Penerbit: Salamadani PT Grafindo Media Pratama Cetak: 1, Agustus 2011 Halaman : xviii+226 ISBN : 978-602-84-5879-1 IBN GHIFARIE, Mahasiswa Pascasarjana UIN SGD Bandung Program Religious Studies dan peneliti Academia for Religion and Social Studies (ARaSS) Bandung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H