Lagi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur mengelurkan fatwa haram bagi paham Kalam Santriloka yang berkembang di Kota Mojokerto. Pasalnya, mereka dianggap menyimpang dari 10 pedoman pokok.
Menurut, Rachman Aziz, Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi MUI Jatim, mengatakan, saat ini pihaknya sedang menunggu hasil pemeriksaan dari MUI Kota Mojokerto. "Dari informasi yang kami dapatkan, ajaran tersebut menyimpang dari 10 pedoman pokok yang disepakati MUI seluruh Indonesia," katanya.
Alih-alih tidak percaya 10 pedoman pokok MUI, diantaranya; salah satu Rukun Iman dan Rukun Islam; tidak percaya pada Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terahir; mempercayai adanya kitab terakhir selain Alquran, dan menghina nabi, kelompok manapaun akan disebut sesat dan perlu diislamkan kembali.
Beberapa pemahaman yang dianggap ganjil; "Paham Santriloka jelas sesat karena tidak mempercayai Nabi Muhammad SAW sebagai nabi yang terakhir." Juga meyakini Syekh Siti Jenar dan Syekh Maulana Malik Ibrahim sebagai nabi terakhir pasca rasul, katanya
Syarat masuk Islam tidak harus dengan bersyahadat, tapi cukup dengan menggunakan bunga tertentu; tidak mewajibkan jemaahnya untuk berpuasa pada bulan kesembilan pada penanggalan tahun Hijriah, tapi boleh diganti pada tanggal 1-9 bulan pertama Hirjiah; tidak mewajibkan shalat lima waktu karena cukup diganti dengan kontak batin.' jelaasnya
Perguruan Ilmu Kalam Santriloka memiliki sekitar 700 pengikut, dan aktif menggelar pengajian setiap malam Jumat Legi. Kegiatan itu dilakukan berpindah-pindah.
Atas dasar itu, MUI Jatim meminta kepada pejabat daerah setempat untuk menindak aliran tersebut, juga para tokohnya diminta bertobat dan kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya. "Aliran itu dapat dituntut dengan dasar hukum penistaan agama, sehingga dapat dipenjarakan apabila tidak mau bertobat," tambahnya sambil mengimbau masyarakat untuk bisa menahan diri dan tidak main hakim sendiri.
Bagi Wakil, Saifullah Yusuf, Gubernur Jatim, menuturkan, aliran yang dikembangkan oleh Ahmad Nafan itu di luar syariat Islam sehingga sangat menyesatkan. "Ini sungguh menyesatkan. Tetapi kami mengimbau supaya pengikutnya disadarkan dengan cara-cara yang persuasif. Tidak perlu dengan kekerasan," katanya. (Republika, 30 Oktober 2009)
Kiranya, kedua himbauan di atas perlu kita kecamkan. Pasalnya, kekerasan atas nama agama tak akan menyelesaikan persaoalan ketidakadilan dan ketimpangan sosial yang terjadi di satu masyarakat.
Sejatinya, gerakan antikekerasan yang digembor-gemborkan oleh Badshah Khan (1890-20 Januari 1988), pejuang risalah muslim antikekerasan dari Perbatasan Barat Laut merupakan satu-satunya cara efektif melawan kezaliman. “Hanya dengan antikekrasan, dunia masa kini bisa bertahan hidup menghadapi produksi masal senjata-senjata nuklir. Sekarang ini dunia lebih mumbutuhkan pesan cinta kasih dan perdamaian Gandhi daripada waktu-waktu sebelumnya. Andai saja dunia sunguh-sungguh tidak ingin menyapu habis peradaban dan kemanusiaannya sendiri dari muka bumi ini,” ungkapnya. (Eknath Easwaran, 2009)
IBN GHIFARIE, Pegiat Studi Agama-agama dan Pemerhati Kebebasan Beragama