Lihat ke Halaman Asli

Ghesti Saraswati

Alumni Fisip UI

Mengenal Terowongan Terpanjang YIA yang Diresmikan Jokowi

Diperbarui: 31 Januari 2020   17:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Kompas.id

Terowongan bawah tanah (underpass) terpanjang di Indonesia yang terletak di bawah area Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) akhirnya diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo, hari ini Jumat (31/1/2020). Presiden Jokowi berharap terowongan YIA dapat berkontribusi terhadap peningkatan kunjungan turis ke Borobudur, Prambanan, dan wilayah lain di Yogyakarta. Selain menjadi "urat nadi" baru bagi perekonomian masyarakat di Selatan Yogyakarta, terowongan modern sepanjang 1.436 meter (sekitar 1,5 km) ini juga dilengkapi dengan ornamen seni dan memiliki nilai sejarah yang tinggi. Apa saja itu?

1. Waktu dan Biaya Pengerjaan. Terowongan YIA mulai dibangun pada 12 November 2018 dan selesai pada 6 Desember 2019 (390 hari waktu pengerjaan). Terowongan yang  mulai dibuka untuk umum pada 24 Januari 2020, itu menghabiskan anggaran sebanyak Rp 293 miliar.

2. Fasilitas. Panjang terowongan yang hampir 1,5 km itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian yang tertutup 1.095 meter dan 341 meter terbuka. Lebar terowongan tersebut, yaitu 18,4 meter dengan tinggi 5,2 meter. Terowongan YIA memiliki total 34 exhaust fan (kipas penyedot udara) untuk sirkulasi udara di dalam terowongan.

Kamera CCTV juga dipasang di bagian barat dan timur terowongan untuk memantau kondisi terowongan sekaligus alat bantu keamanan. Dalam keadaan darurat, disediakan juga pintu darurat di dalam terowongan yang terhubung langsung dengan jalan antara terminal penumpang dan parkiran bandara YIA. Selain itu, pompa air juga disediakan agar terowongan YIA bisa terbebas dari genangan air (banjir).

3. Seni Lokal. Terowongan terpanjang YIA tidak melupakan identitas Yogyakarta yang kental dengan nuansa seni dan budaya. Di sepanjang terowongan di kanan dan kirinya terdapat ornamen seni berbentuk patung tari tradisional berukuran 3 x 2 meter yang total berjumlah 105 patung (51 patung penari Angguk/ tarian khas Kulonprogo dan 54 patung penari Jathilan).

Pemberian ornamen patung tari tersebut diusulkan langsung oleh Sri Sultan HB X, Gubernur DIY sekaligus Raja Keraton Yogyakarta. Pembuat patung tersebut adalah I Made Widya Dwiputra yang juga merupakan lulusan Institut Seni Yogyakarta (ISI).

Ornamen-ornamen patung tersebut akan menciptakan ilusi bergerak seperti menari jika dilihat dengan kendaraan yang melaju dengan kecepatan 40 km (batas kecepatan maksimal di dalam terowongan). Hiasan seni yang ada di dalam terowongan YIA bukan tanpa konsep, konsep yang digunakan, yaitu "Gerak Gumregah", bahasa Jawa yang artinya bangkit dan sesuai dengan simbol masyarakat Yogyakarta yang bergerak secara dinamis, optimis, dan penuh semangat.   

4. Nilai Sejarah. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengakui bahwa pembangunan terowongan YIA juga dimaksudkan agar Jalur Lintas Pantai Selatan (Pansela) yang membentang dari Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur tetap terhubung. Itu karena keberadaan Bandara YIA memutus Jalan Daendels yang merupakan bagian dari Jalur Pansela. Kini setelah terowongan itu ada, maka jalur Pansela tetap tersambung dan tidak menganggu mobilitas masyarakat di selatan Pulau Jawa.

Dari sisi sejarah, Jalan Daendels merupakan jalan yang terbentang dari Brosot, Kulonprogo sampai Karang Bolong di Kebumen yang digunakan sebagai Jalur Gerilya yang digunakan Pangeran Diponegoro melawan Belanda pada 1825-1830. Jalur ini pun sudah digunakan oleh leluhur Diponegoro sejak masa Amangkurat I saat lari dari kejaran Pasukan Raden Trunojoyo yang memberontak Kesultanan Mataram. Jalur ini juga digunakan sebagai jalur upeti kerajaan-kerajaan di Jawa.

Pada masa penjajahan, jalur ini termasuk dalam Karesidenan Bagelen yang dipimpin oleh Asisten Residen bernama Agustus Derk Daendels (yang dijadikan nama Jalur Daendels saat ini) yang merupakan anak kandung dari Herman Willem Daendels, tokoh penjajah Belanda yang dikenal dengan kejam membuat jalan raya pos utara dari Anyer -- Panarukan. Terhubungnya Jalan Daendels ini dapat merawat ingatan rakyat Indonesia terhadap perlawanan para pendahulunya melawan penjajah.  Jadi, tidak hanya simbol kemajuan dan seni yang ada di Terowongan YIA, melainkan terdapat nilai sejarah yang bisa terus dipelajari. Maju Terus Indonesiaku!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline