Pemerintah dan DPR sepakat bahwa nantinya di Indonesia tidak ada lagi pegawai dengan status tenaga honorer. Tenaga honorer yang ada saat ini diminta untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) melalui proses seleksi.
Saat ini proses transisi itu telah berjaan dan ditarget rampung pada 2023, sehingga 2024 sudah tidak ada status pegawai honorer di pemerintahan. Banyak pro dan kontra terkait keputusan ini, namun sebenarnya mengubah tenaga honorer menjadi PNS/PPPK adalah langkah untuk mengangkat derajat manusia. Benarkah?
1. Melalui UU No. 5/2014 tentang ASN yang diturunkan menjadi Peraturan Pemerintah No. 49/2018 tentang Manajemen PPPK dengan jelas diterangkan bahwa status kepegawaian pada instansi pemerintah, hanya ada dua, yaitu PNS dan PPPK. Untuk mewujudkan amanat konstitusi itu, langkah pemerintah adalah mendorong para pegawai honorer untuk beralih menjadi PNS mengikuti seleksi CPNS (bagi yang umurnya di bawah 35 tahun) dan mengikuti seleksi PPPK (bagi yang umurnya di atas 35 tahun). Dengan demikian, yang terjadi bukannya penghilangan pekerjaan, melainkan peningkatan status pekerjaan, bagi para pegawai yang benar-benar memiliki kapasitas.
2. Keputusan menghapus keberadaan tenaga honorer adalah keputusan yang tepat, jika kita mau melihatnya dari sisi kemanusiaan. Bayangkan saja kita tentu sudah sangat sering mendengar berita bahwa masih banyak guru honorer yang diberi upah jauh dari kata layak. Upah mereka berkisar Rp 300 rb-2 juta per bulan. Sangat jauh dibanding dengan Upah Minimum Rakyat. Bahkan, diberitakan ada guru honorer yang bertahan hidup dengan tinggal di WC hingga mencari kerja sambilan, karena upah menjadi tenaga honorer tidak cukup untu memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Tentu jika menjadi PNS atau PPPK, upah mereka akan menjadi sangat layak, karena sudah pasti PNS atau PPPK mendapatkan upah di atas UMR. Perlu dicatat, bahwa PPPK akan mendapatkan hak dan fasilitas yang sama seperti PNS mulai dari gaji, cuti, dll. Hanya satu yang PPPK tidak dapatkan, yaitu pensiun. Akan tetapi, menjadi PPPK jauh lebih baik dibanding terus menggantung status kepegawaian seseorang dengan status honorer.
3. Saat ini, jumlah total tenaga honorer di Indonesia (yang diangkat sejak 2005-2014), yaitu 1.070.092 orang. Sejauh ini, 13.347 orang memenuhi persyaratan menjadi PNS (usianya di bawah 35 tahun), dari jumlah itu, yang mendaftar seleksi CPNS berjumlah 8.765 pelamar dan yang lulus seleksi sebanyak 6.628 (guru) dan 173 (tenaga kesehatan). Adapun bagi yang di atas 35 tahun, seleksi PPPK tahap pertama sudah dilakukan dan menghasilkan 34.954 guru PPPK, 1.792 tenaga kesehatan PPPK, dan 11.670 penyuluh pertanian PPPK.
Bagi para tenaga honorer yang tidak lulus seleksi menjadi CPNS dan PPPK, maka keputusan tetap memperkejakan atau tidaknya tenaga honorer tersebut diserahkan ke Pemda masing-masing, namun pemerintah pusat tidak lagi bertanggung jawab terkait gaji tenaga honorer tersebut.
4. SDM Unggul. Mengubah tenaga honorer menjadi PNS atau PPPK melalui proses seleksi terbuka jelas upaya pemerintah membentuk generasi maju Indonesia. Anak sekolah, masyarakat akan mendapatkan pendidikan dan layanan publik yang optimal dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berkompeten dan berkualitas.
Jadi, ke depan tidak akan ada lagi stigma di masyarakat bahwa ASN di pemerintahan bekerja lambat, bekerja semaunya, dll. Yang tersisa adalah penilaian masyarakat bahwa para ASN bekerja dengan profesional dan melayani rakyat dengan optimal sehingga pantas digaji oleh negara yang uangnya berasal dari rakyat (pajak). Maju Terus Indonesiaku!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H