Masih ingatkah anda dengan nama-nama tokoh politik macam Sukarno, Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, Semaun, Alimin, Muso, Darsono, Tan Malaka? Iya, mereka adalah tokoh-tokoh politik di jaman Revolusi. Mereka semua pernah belajar di Jl. Peneleh Gang VII/29-31, Surabaya. Bisa kita sebut rumah itu adalah "Kawah Candradimuka" tokoh-tokoh pergerakan Indonesia. Mereka semua pernah belajar kepada tokoh intelektualitas pergerakan HOS Cokroaminoto. Sukarno telah menjadi seorang yang Nasionalis, Kartosuwiryo yang teguh kepada Islam konservatif, Semaun-Darsono menjadi Sosialis, Muso-Alimin berubah ke arah komunis, serta Tan Malaka yang berpolitik cendrung ke kiri.
Sekarang kita tidak akan membicarakan ke arah mana beliau-beliau ini berpolitik. Dapat kita simpulkan, beliau-beliau ini tujuannya hanya satu yaitu mensejahterakan bangsa, tetapi dengan jalan yang berbeda menurut faham politik yang mereka anut. Yang kita bicarakan sekarang adalah INTELEKTUALITAS mereka dalam alam politik. Mereka sangat memegang teguh kepada keyakinan faham politiknya. Mereka semua cerdas dan bukan orang sembarangan yang tiba-tiba masuk ke ranah politik (instant). Situasi dan keadaan yang membuat mereka sadar akan pentingnya bernegara. Yaitu mewujudkan negara yang merdeka, berwibawa, dan mempunyai kedaulatan.
Tak ayal cara berpolitik mereka begitu mendarah daging dan sanggup menghimpun suatu kekuatan bahkan mampu menelorkan generasi penerus yang sangat fanatik dengan ajaran mereka. Sebut saja DN Aidit. DN Aidit adalah salah satu didikan Muso dan Alimin. Lihat saja sepak terjangnya yang mampu mengguncangkan sejarah politik di Indonesia. Iya, era 60-an dunia politik adalah miliknya. Meskipun semuanya berakhir tragis dan hanya menyisakan sebuah tanda tanya yang sangat besar. Banyak versi yang menceritakan dari peristiwa itu. Sehingga kita dibuat bingung karenannya.
Dan seperti yang saya utarakan diatas, sekarang kita tidak berbicara masalah faham. Sekarang kita bicara masalah kualitas intelektual politikus di jaman sekarang. Coba bandingkan dengan politikus jaman dahulu. Bisa saya katakan Modus Politik sekarang : Carilah pengusaha muda yang punya duit banyak atau anak dari Pengusaha yang sama sekali tak matang politik, tak paham teori politik, tak punya kesadaran politik, tak punya gambaran besar bagaimana sebuah negara bekerja dan memiliki tujuannya serta pengelolaan negara yang bertanggung jawab pada kesejahteraan rakyat, asal mereka setor duit ke Partai, maka mereka bisa jadi pembesar Partai.
Rendahnya intelektualitas pejabat sudah memamerkan pada kita betapa bangkrutnya dunia politik kita sekarang, mesin politik tak lagi diisi generasi muda yang cerdas, yang paham teori, yang punya idealisme membangun sejarah kemasyarakatan tinggi, tapi misi masuk ke politik adalah memperlancar proyek-proyek bisnis. Demokrasi hanya jadi instrumen cari duit. Inikah semboyan mereka? Dari rakyat, oleh rakyat, untuk PEJABAT. Mau dibawa kemanakah negeri ini? Mari kita renungkan bersama. Salam...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H