Sadarkah kalian harga dollar terhadap rupiah sudah nyaris menyentuh level teringgi?
Saat tahun lalu, tepatnya 27 April 2023 1 dollar seharga Rp 14.692. Sekarang naik di harga Rp 16.000-an. Jika diingat pada masa Presiden SBY, harga 1 dollar hanya Rp 9.000-an, tidak sampai Rp 10.000 dan dalam waktu sekitar 1 dekade nilai mata uang rupiah melemah sampai 50% dibanding nilai mata uang Amerika. Pelemahan rupiah ini sangat berpengaruh dengan daya beli terhadap barang & jasa dari luar negeri.
Mari kita ketahui konsep fluktuasi harga dengan contoh sederhana.
Apakah kalian ingat saat covid merajalela tahun 2020 lalu harga masker naik drastis? Selain masker, harga hand sanitizer, sabun cuci tangan dan multi vitamin juga naik waktu covid. Kenapa sih harganya bisa naik? Alasannya sederhana saja, pada masa covid dulu ada lonjakan kebutuhan. Permintaan naik, barangnya cepat laku. Otomatis para penjual memanfaatkan kesempatan dengan menaikkan harganya supaya keuntungannya lebih maksimal. Pun harga naik sekalipun, masyarakat tetap membeli dan dagangannya juga tetap laku. Fenomena ini wajar dalam dunia perdagangan dan ekonomi. Sama halnya seperti harga daging kurban yang naik menjelang Idul Adha, dan juga harga tiket pesawat yang naik ketika musim liburan sekolah.
Nah, prinsip dagang yang sama juga terjadi dalam fluktuasi nilai mata uang. Ketika ada lonjakan kebutuhan, kenaikan permintaan dan banyak pihak yang berkepentingan untuk memiliki mata uang tertentu, maka harga mata uang tersebut juga akan naik alias nilai tukarnya menguat. Sebaliknya, jika mata uang tertentu tidak banyak dibutuhkan, permintaannya menurun, maka harga mata uang itu akan menurun alias nilai tukarnya melemah. Jadi sederhananya, faktor yang membuat nilai mata uang naik turun adalah hukum dagang, yang kita lihat sehari-hari. Karena, pada dasarnya setiap mata uang selalu diperjual-belikan dalam hubugan dagang antar negara.
Terdapat bermacam-macam bentuk hubungan dagang;
- Dinamika transaksi ekspor-impor yang nilainya triliunan rupiah
- Penukaran mata uang yang dilakukan wisatawan atau turis yang saling mengunjungi antar negara di dunia
- Pengembangan bisnis perusahaan korporasi raksasa ke negara tertentu
- Perdagangan surat berharga antar institusi keuangan yang nilai asetnya dipatok pada mata uang tertentu
Semua aspek tersebut berkontribusi terhadap fluktuasi nilai mata uang antar negara, termasuk nilai rupiah terhadap dollar.
Prinsipnya fluktuasi nilai mata uang dapat kita pahami dengan ilmu dagang sederhana, dalam konteks nilai tukar dollar misalnya. Berarti, semakin banyak orang yang membutuhkan dollar apapun alasan dan motifnya, hal itu akan membuat permintaan dollar naik, dan ketika permintaan dollar naik, harga dollar akan semakin mahal, juga nilai tukarnya jadi menguat.
Apa sih contoh-contoh konkret yang membuat permintaan sebuah mata uang itu meningkat sampai pada akhirnya bikin nilai tukarnya menguat? Yuk kita bahas faktornya!
1. Perdagangan barang dan jasa antar negara
Bayangkan ada sebuah negara yang bisa memproduksi barang & jasa yang dibutuhkan konsumen di seluruh dunia, dimana negara produsen ini mematok harga barang dan jasa menggunakan mata uang mereka dan para pembeli di seluruh dunia harus beli mata uang negara tersebut untuk bisa dapatkan barang dan jasa itu. Dalam hal ini, kalian bisa bayangkan negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa sebai produsen barang-barang kelas dunia. Sementara negara-negara berkembang seringkali merupakan konsumen dari barang-barang tersebut. Artinya, permintaan terhadap mata uang negara-negara maju relatif stabil dan meningkat seiring dengan bertumbuhnya distribusi produk-produk negara maju ke seluruh dunia. Maka, tidak heran nilai mata uang negara maju cenderung menguat seiring dengan kesenjangan transaksi perdagangan antar negara maju dan negara berkembang