Perubahan waktu, suasana, lingkungan menjadikan setiap generasi memiliki kekhasan tersendiri. Sama halnya dengan Gen Z yang kini menduduki posisi demografis terbanyak kedua di Indonesia. Keberadaan ini membuat gen z lebih populer dan mendominasi dalam beberapa hal dibanding generasi lainnya. Selain inovasi dan kekreatifan baru yang mulai dikembangkan, posisi gen z ini cukup krusial juga di lingkungan politik. Aspirasi, ini lah hal sering melekat di identitas gen z. Tidak hanya pejabat negara, petinggi negara pun gen z kritik. Alur pemikiran kritis ini membuat gen z belajar banyak hal di dunia politik dan lainnya.
Dalam sebuah platform media sosial sering kali kita temukan, demo pembantahan RUU atau pun aspirasi penolakan sebuah kebijakan maupun pemberian jabatan yang tak pantas. Bagi mereka opini, berupa saran dan kritik harus terus disuarakan. Walaupun responsif dari pihak pemerintah kurang. Keyakinan ini menjadikan motivasi untuk generasi setelahnya.
Tidak heran dari besarnya sistem pemerintahan Indonesia ini ada saja sebuah kekeliruan. Baik dari peraturannya maupun pembuatnya. Walaupun dibukanya sesi pemungutan suara untuk pejabat negara, tetap saja permainan kotor itu ada. Awalnya hanya beberapa saja, tapi perlahan mereka menjadikan ini sebuah keharusan. Serasa gatal jika tidak melakukannya. Pernyataan ini sudah menjadi rahasia umum cukup lama. Namun kenapa hal ini masih di normalisasi? Jawabannya satu, kebiasaan. Sebuah kata itu sudah menggambarkan cukup jelas akan masalah dominasi elit politik ini.
Jika normalisasi ini ada dan tetap awet untuk beberapa tahun kedepan, lalu apa yang pantas gen z lakukan sebagai wakil suara rakyat-rakyat Indonesia? Selain demo massal dan aspirasi yang bertubi-tubi, nyatanya jalur dalam lebih efektif dan cepat tercapai. Konteks ini bukan menjurus pada konspirasi atau kebohongan. Namun responsivitas gen z akan keikutsertaan dalam dunia politik bisa menjadi solusinya.
Nyatanya penyelesaian masalah harus dari akar lalu menanam kembali yang lebih subur dan makmur. Peran gen z dalam bentuk pejabat, dapat mereka mulai dari relasi pejabat terdekat. Perlahan terkoneksi ke akar dunia politik itu (elit politik) Gen z disini bukan bertugas untuk menghilangkan peran elit politik, namun membenahi secara kekeluargaan dan kebersamaan seperti sila ke-3 Pancasila "Persatuan Indonesia"
Walaupun hal diatas akan memakan banyak waktu, namun inilah cara yang lebih efektif dibanding sebelumnya. Perlahan kebiasaan elit politik luntur, menjadikan awal mula kebangkitan Indonesia yang demokratis kembali. Memang sejak awal Indonesia menganut sistem demokratis. Tapi tidak semuanya menerapkan demokratis. Dengan adanya gerakan ini, diharap Indonesia maju dan gemilang untuk sepanjang waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H