Negara sebagai motor penggerak dalam menjamin kesehatan warganya . Pendapatan negara dari pajak atau cukai rokok yang cukup besar. Pemanfaatan pajak rokok dan bea cukai untuk penambahan pembiayaan kesehatan adalah sebuah kebijakan yang penting dalam upaya meningkatkan dan mendukung kesehatan merupakan faktor kebutuhan utama yang harus didapatkan oleh masyarakat penyelenggaraan program jaminan kesehatan nasional. Sebagai negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia, yakni 67 persen dari total jumlah perokok laki-laki di seluruh dunia (data WHO), ada penerimaan yang cukup besar dari cukai dan pajak rokok yang bisa digunakan untuk pembiayaan layanan kesehatan.
Pungutan Pajak Rokok, berdasarkan Pasal 31 UU PDRD, pungutan atas pajak rokok dialokasikan paling sedikit sebesar 50% digunakan untuk mendanai program kesehatan. Ini adalah jalan keluar yang tepat untuk mengatasi defisif BPJS Kesehatan dalam jangka pendek. Jika tidak, defisit BPJS Kesehatan justru berpotensi menimbulkan persoalan yang serius.
Pemerintah juga tidak bisa serta merta mengeluarkan aturan untuk melakukan penutupan perusahaan rokok. Mengingat banyak orang yang bergantung pada rokok .Mulai dari para pekerja yang jumlahnya ratusan ribu, program beasiswa yang diselenggarakan Perusahaan rokok dan masih banyak lagi. Dibutuhkan ketegasan pemerintah untuk menjalankan amanat sehingga masyarakat yang tidak merokok dapat menikmati kesehatan tanpa harus menjadi korban dari para penikmat rokok. Karena jika mengharapkan dari kesadaran penikmat rokok, masih sangat sulit didambakan
Penggunaan rokok sebagai pembiayaan dalam pembayaran jaminan kesehatan nasional di selain Menteri Keuangan juga diatur, yaitu dalam Peraturan Presiden Peraturan Nomor 82 Tahun 2018 yang mengatur Pasal 99 yang menyebutkan bahwa daerah pemerintah wajib mendukung penyelenggaraan jaminan kesehatan program melalui iuran dari pajak rokok sebagai bagian dari hak masing-masing wilayah/provinsi. /kabupaten/kota. Mengingat bahwa penerimaan pajak rokok, baik untuk provinsi maupun kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit lima puluh persen untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat.
Pembiayaan jaminan kesehatan ini sangat berdampak positif bagi masyarakat. Dalam pasal 31 UU PDRD disebutkan bahwa penerimaan Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang. Dengan pungutan pajak atas rokok pemerintah harus memberikan pelayanankesehatanmasyarakat secara maksimal. Pelayanan kesehatan masyarakat yang dimaksud antara lain, pembangunan/pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok (smoking area), kegiatan memasyarakatkan tentang bahaya merokok, dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok.
Pajak rokok seperti pajak pada umumnya, mempunyai fungsi yang cukup penting yaitu memasukan dana ke kas daerah seperti menyumbang penerimaan daerah khususnya terhadap PAD pemerintah propinsi, dan juga kabupaten/kota. Berkaitan dengan fungsi reguler dari pajak rokok dapat dilihat dari earmarking tax (pengalokasian dana bagi hasil pajak rokok) dari dana bagi hasil pajak rokok yang diterima daerah. Oleh karena itu tujuan utama penerapan Pajak Rokok adalah untuk melindungi masyarakat baik optimalisasi pelayanan kesehatan yaitu melindungi masyarakat dari bahaya yang ditimbulkan rokok dan mencegah dan memberantas peredaran rokok illegal.
Pemerintah menyadari, walaupun hampir tidak ada orang yang tidak mengakui bahwa rokok berdampak buruk bagi kesehatan manusia namun dengan mengenakan pajak terhadap rokok setidaknya perokok bisa berkontribusi secara positif salah satunya dengan mengalokasikan pajak rokok untuk membantu pelayanan kesehatan masyarakat dan hukum di daerah. Menteri Keuangan Republik Indonesia telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Rokok Sebagai Kontribusi Dukungan Program Jaminan Kesehatan. PMK tersebut merupakan amanat Pasal 100 ayat (3) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Pemanfaatan pajak rokok dan bea cukai untuk penambahan pembiayaan kesehatan memiliki dampak yang positif dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan. Karena dengan adanya dana yang cukup, program jaminan kesehatan dapat berjalan dengan baik dan memberikan akses pelayanan kesehatan yang lebih luas bagi masyarakat. Berdasarkan Pasal 29 Tarif Pajak Rokok yang dapat ditarik oleh Provinsi Pemerintah hanya 10% dari cukai rokok. Cukai rokok juga dapat dialokasikan untuk dana kesehatan melalui Tembakau Dana Bagi Hasil Cukai dengan memperhatikan ketentuan Pasal 2 ayat (12) Peraturan Menteri Keuangan tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Penerimaan.
Kesimpulannya penggunaan pajak rokok dan bea cukai sebagai sumber pembiayaan kesehatan merupakan langkah yang tepat untuk memenuhi kebutuhan dana dalam bidang Kesehatan. Karena banyaknya pendapatan negara dari pajak dan cukai rokok yang bisa dimanfaatkan sebagai penambahan biaya kesehatan. Selain itu perokok bisa berkontribusi secara positif salah satunya dengan mengalokasikan pajak rokok untuk membantu pelayanan kesehatan Masyarakat.
Referensi :
https://www.pajakku.com/read/5dae9dc24c6a88754c088069/Kontribusi-Pajak-Rokok-Untuk-Kesehatan-Masyarakat-dan-Hukum
Pengelolaan-DBH-Pajak-Rokok[1].pdf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H