Lihat ke Halaman Asli

Ghanyy MuhammadNaafi

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Kebebasan Berekspresi di Media Sosial Makin Memburuk di Era Jokowi

Diperbarui: 22 Juni 2021   23:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden kini bisa di jerat pasal yang tercantum di Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Hal tersebut berdasarkan pasal pasal 264 draft RKHUP, disebutkan "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengansarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud Agarisi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV."

Pasal dari hasil rapat antara pemerintah dan DPR pada 10 Januari 2018 silam masih memunculkan perdebatan dan menuai pro dan kontra masyarakat. Bagaimana tidak, bahkan menurut Herlambang P  Wiratman  selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga (UNAIR) mengatakan bahwasanya pembungkaman pada media yang memberitakan kritik kepada penguasa saat ini semakin kompleks.

Di era pemerintahan saat ini, pembungkaman yang terjadi cenderung berupa serangan digital, seperti meretas akun atau membongkar dan penyebaran data pribadi. Adapula upaya sensor, melakukan persekusi serta pemenjaraan yang masih sering terjadi. Hal tersebut menjelaskan bahwa  pembungkaman yang terjadi saat ini berbeda dengan masa Orde Lama ataupun Orde Baru yang hanya melakukan pencabutan izin penerbitan media. 

"Sementara kalau hari ini kompleks. Seiring dengan perkembangan tenologi, cara membungkan kritik terhadap penyelanggara kekuasaan bukan dengan ditutup aksesnya tetapi diserbu lewat informasi yang tidak relevan," ujar Herlambang. Dengan itu, Herlambang menegaskan bahwa pembungkaman kritik di era digital juga dapat dilakukan dengan produksi hoaks.

Hal yang perlu di perhatikan ialah semakin kompleksnya pembungkaman media dapat berpengaruh pada kemunduran demokrasi di Indonesia.

Hal tersebut sempat di singgung Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Hibnu Nugroho. Ia menilai pemberlakuan pasal penghinaan presiden adalah kemunduran. Sebab Indonesia telah memilih sistem demokrasi sehingga kebebasan berpendapat dan berekspresi harus di utamakan.

Penggunaan delik aduan tidak mampu menutup bobroknya pasal tersebut, karena masih tidak ada batasan yang jelas soal frasa menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri. Jika di perhatikan dari penerapan UU ITE, penegak hukum masih kerap salah tafsir mengenai pasal penghinaan atau pencemaran nama baik sehingga kerap membuat keributan atau kegaduhan di tengah masyarakatan. Berdasarkan hal itu, bukan tidak mungkin hal serupa terjadi di pasal Pencemaran Presiden.

Hibnu juga menilai rumusan pasal tersebut terkesan ganjil, seperti "menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri" hanya bisa di aplikasikan terhadap personal, sementara presiden dan wakil presiden adalah institusi negara.

Namun, disaat sebagian besar kalangan merasakan bahwa pasal tersebut masih rancu. Seorang pakar hukum pidana dari Sekolah Tinggi Hukum Bandung (STHB), Mas Putra Zenno, mengatakan jika ada perbedaan yang jelas antara kritik dan hinaan atau mencela. Ia pula menegaskan jika ingin mengaplikasikan undang-undang tersebut, harus mampu membedakan kritik dan hinaan secara jelas.

"Kata kritik memiliki makna sebagai tanggapan yang disertai data-data penunjang sehingga tercipta situasi konstruktif. Namun, konteks penghinaan merupakan perkataan yang bersifat mencela orang lain sehingga menyebabkan kerugian," jelas Zenno.

Zenno pun memberikan contoh perbedaan kritik dan penghinaan seperti ketika seseorang mengatakan 'Presiden Berbohong', seseorang yang mengatakan hal tersebut harus mempunyai data-data yang valid.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline