Indonesia merupakan negara berpenghasilan menengah atau biasa disebut dengan middle income country. Negara berpenghasilan menengah memiliki resiko terperangkap dalam middle income country atau bisa disebut dengan middle income trap. Middle income trap (MIT) merupakan kondisi dimana pada saat suatu negara mampu mencapai ke tingkat pendapatan atau berpenghasilan menengah namun stuck atau terperangkap di tingkat tersebut dan tidak dapat naik ke tingkat selanjutnya untuk menjadi negara maju. Pada saat pandemi covid-19, Indonesia yang awalnya merupakan negara berpenghasilan menengah ke atas (upper middle income country) sempat turun menjadi negara berpenghasilan menengah ke bawah (lower middle income country).
Selama kurun waktu 20 tahun, rata-rata pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak mencapai 5%. Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Indonesia baru mencapai 5% pada tahun 2022. Tidak ada perkembangan pertumbuhan ekonomi yang signifikan sehingga sampai saat ini Indonesia masih berada pada tingkat negara berpenghasilan menengah. Hal ini disampaikan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) / Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapennas), Suharso Monoarfa.
"Kami menyampaikan dalam skenario yang disusun oleh Bappenas, pertumbuhan ekonomi Indonesia harus mencapai enam persen agar kita mampu graduasi dari jebakan negara berpenghasilan menengah atau middle income trap karena kita sudah 30 tahun di middle income trap, " ujar Suharso sebagai Kepala Bapennas setelah rapat yang membahas tentang penyusunan Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025--2045 pada Selasa, 28 Maret di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Suharso menjelaskan bahwa Indonesia menjadi negara berpenghasilan menengah memiliki banyak faktor yang dapat menghambat perkembangan pertumbuhan daerah. Faktor-faktor yang menghambat tersebut adalah rendahnya produktifitas hingga perbedaan pendapatan daerah antar provinsi yang saling berketimpangan.
"Ada 20 provinsi yang masih berada dalam kategori lower middle income, yang pendapatannya di bawah USD4.200 termasuk provinsi yang ada di Pulau Jawa yaitu Banten, DIY, dan Jawa Barat serta Jawa Tengah,"lanjut Suharso.
Untuk keluar dari middle income trap, diperlukan berbagai upaya untuk mengatasinya. Salah satunya yaitu menaikkan pendapatan daerah di beberapa provinsi yang pendapatannya di bawah USD 4.200. Untuk menaikkan pendapatan tersebut, diperlukan investasi dalam jumlah besar. Pendapatan daerah bisa dari berbagai sumber. Sumber utama pendapatan daerah merupakan APBD atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Selain itu, pendapatan daerah juga dapat diperoleh dari investasi sebagai pendapatan tambahan, contohnya seperti pinjaman daerah atau obligasi daerah.
Obligasi daerah mungkin tidak asing di telinga beberapa orang. Apa itu obligasi daerah? Obligasi Pemerintahan Daerah atau obligasi daerah merupakan surat utang jangka panjang yang diterbitkan oleh Pemerintah dengan nominal dan waktu jatuh tempo yang telah ditentukan. Singkatnya, obligasi daerah merupakan utang yang dipinjamkan oleh rakyat kepada Pemerintah untuk membiayai proyek pembangunan sarana dan prasara atau infrastruktur yang bermanfaat bagi masyarakat. Obligasi daerah biasanya berfungsi untuk membiayai pembangunan infrastruktur sebagai upaya untuk menaikkan pendapatan daerah. Obligasi daerah hanya dapat dilakukan dalam pasar modal dan dalam mata uang rupiah. Obligasi daerah merupakan tanggung jawab penuh dari pemerintah daerah itu sendiri dan tidak dijamin oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah lain.
Tidak semua daerah dapat melakukan obligasi daerah. Adapun syarat-syarat untuk melakukan obligasi daerah yaitu:
1. Nilai Obligasi Daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai nominal Obligasi Daerah pada saat diterbitkan;
2. Penerbitan Obligasi Daerah wajib memenuhi ketentuan dalam Pasal 54 dan Pasal 55 UU Nomor 33 Tahun 2004 mengenai persyaratan pinjaman serta mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal;
3. Setiap Obligasi Daerah sekurang-kurangnya mencantumkan: