Tradisi rebokasan, yaitu tradisi Sunda yang menjadi turun temurun sejak zaman dulu. Dalam tradisi ini, warga sekitar, khususnya di wilayah kampung saya sendiri, di kampung Cijelereun, warga harus membuat lontong (leupeut) untuk di bawa ke mesjid. Tradisi ini di lakukan pada setiap hari Rabu di bulan shafar.
Rebokasan di ambil dari kata Rebo, yang berarti hari Rabu, yaitu hari, dimana warga sekitar harus membuat lontong untuk di bawa ke mesjid, tidak hanya lontong saja, bahkan warga juga harus membawa air ke dalam botol atau teko.
Tradisi rebokasan ini, di awali dengan warga yang berdatangan dari rumah menuju mesjid dari sekitar jam 05.30 - 07.00 pagi, ketika sesampainya di mesjid, warga harus menyimpan lontong (leupeut) dan air yang sudah di bawa agar menyimpannya di tengah-tengah mesjid, jika semua warga sudah datang di mesjid, tradisi di mulai dengan khutbah dan membaca doa bersama-sama, setelah do'a selesai, warga di perbolehkan mengambil lontong (leupeut) yang sudah di bawa ke mesjid, tak harus lontong yang di bawa sendiri, tapi bebas mau mengambil lontong (leupeut) yang di buat sama siapa saja.
Kemudian, jika sudah selesai dari mesjid, sebagian warga juga ada yang menggantung kan Dupi (lontong kecil yang berbentuk segitiga) yang dibawa dari mesjid untuk digantungkan didepan rumah supaya terhindar dari bala yang berasal dari luar rumah.
Tujuan dari tradisi ini, adalah menolak bala agar jauh dari segala penyakit dan hal-hal buruk lainnya yang akan menimpa kampung tersebut. Selain dari itu juga, tradisi ini membuat warga untuk saling mendoakan dan berbagi serta mempererat tali silaturahmi antar warga sekitar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H