Lihat ke Halaman Asli

Gusty Fahik

Ayah dan pekerja. Menulis untuk tetap melangkah.

Menulis Kematian

Diperbarui: 16 Januari 2019   19:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pexels.com

Kata-katamu mengetuk layar hapeku, pagi sekali

"Seorang pelacur telah membuang bayinya ke dalam cerpen yang kutulis semalam.

Maukah kau adopsi bayi yang hampir mati itu ke dalam kepalamu?" 

Ah pelacur malang, kenapa kau kirim bayimu ke tangan tukang jagal jahanam itu, sementara kepalaku 

telah melahirkan terlalu banyak bayi yang sebagian mati tak terurus?

Adakah penyesalan untuk setiap kematian yang dengan enteng kau ciptakan di dalam cerita-cerita yang terus mengalir dari kepalamu?

Sedang di luar, kematian adalah permainan nasib yang kadang menuntut terlalu banyak alasan. Seperti kematian gadis-gadis miskin 

yang jenazahnya kembali dengan banyak bekas jahitan,

mereka mati di negeri yang jauh, tempat mimpi surga pernah dilabuhkan

Kata-katamu terus mengetuk layar hapeku,

aku merasakan kehidupan kian terdesak,

dan kau setia menulis kematian dari sudut yang entah

Kupang, 16/01/19




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline