Gatholoco nulyà ngucap, "Dalang wayang lawan kělir, lan baléncong ngěndi kang tuwà, badéněn cangkriman iki. Yèn sirà nyàtà wasis, městhi wěruh ingkang sěpuh."
Salah satu percakapan dalam kitab yang paling kontroversial, Serat Gatholoco. Terjemahannya kurang lebih seperti ini, Gatholoco kemudian berkata, "Dalang wayang dan kelir, serta blencong mana yang paling tua, tebaklah peribahasa ini. Bila kamu memang pandai, pasti mengetahui mana yang paling tua sendiri."
Wayang dan Dalang tentu kita sudah jelas tahu, kelir adalah batang pisang yang digunakan untuk menancapkan wayang, dan blencong adalah lampu penerang yang ada di atas dalang, Pada jaman dahulu kala, blencong menggunakan sumbu dan minyak kelapa, hari ini biasanya lampu halogen yang digunakan. Kembali ke pertanyaan yang diajukan Gatholoco, kira-kira manakah yang tua?
Blencong adalah jawabannya menurut Gatholoco, walaupun wayang sudah dijejer dalam kelir, dalang sudah siap, tanpa ada cahaya yang bersumber dari blencong, sia-sia pagelaran wayang tersebut. Tiada cahaya, apa yang akan terlihat. Blencong asale sàkà wahananing Gusti Kang Murbeng Dumadi. Cahaya blencong adalah cahyà sejati, yang menerangi seluruh pagelaran wayang kulit.
Fotografi menganut prinsip yang kurang lebih sama, ada kamera, ada fotografernya, ada subyek dan properti pendukung lainnya, tanpa ada cahaya maka tidak akan ada pertunjukan, tidak akan ada cerita yang bisa ditampilkan.
Terinspirasi dari Wayang
Ceritanya sederhana, wayang kulit itu nikmatnya dilihat dari balik beber(layar) dimana bayangan wayang yang nampak sangat dinamis tercipta, sangat jelas bila menempel/dekat dengan beber dan bayangan wayang semakin kabur bila menjauhi beber, maka saya coba untuk menciptakan bayangan/shadow itu senyata mungkin dan melebur dengan subyek foto.
Tes pertama, ini terlihat agak narsistik, untung ada prop yang sedikit unik.
Tidak begitu asik terlihat, kedua ini topeng sakit dipakainya. Mungkin karena murah.
Tes kedua, coba pake ini