Jakarta, kota metropolitan dengan segala kelebihan dan kekurangan. Sumber mimpi sebagian orang dan tempat mencari kemapanan. Penduduk yang terus tumbuh tidak bisa dihindarkan. Pembangunan gedung baik untuk tempat tinggal dan pendukung lainya mempersempit lahan pertanian. Tak hayal, mahalnya kebutuhan bahan makanan terutama sayuran dirasakan. Kebanyakan bahan makanan seperti sayuran dipasok dari luar jakarta seperti bogor bahkan dari pulau sumatra. Tidak heran jika pasokan sayur terkendala, harga menjadi mahal dan ibu-ibu mulai "ngerunyam"(kesel batas wajar).
Jika di desa ibu-ibu biasanya memanfaatkan lahan sekitar rumah yang memang masih luas. Tapi, bagaiaman jika di kota dengan keadaan rumah berhimpitan bahkan vertikal (rumah susun/Apartemen) seperti di Jakarta ?. Nah, pertanyaan seperti ini yang kadang memupuskan kaum ibu-ibu untuk mengakali kenaikan harga syuran. Sebenarnya, di berberapa kota besar di luar negeri memiliki masalah serupa, seperti Singapura bahkan di negara Korea yang menjadi kiblat kaum ibu melenial pun mengalami masalah yang sama.
Solusi yang mereka gunakan adalah bercocok tanam/menanam secara "urban farming". Menurut situs Male.co.id urban farming merupakan suatu cara memindahkan pertanian konvensional ke perkotaan, yang berbeda ada pada pelaku dan media tanamnya. Jadi jika lahan yang kita miliki sempit maka urban farming bisa menjadi solusi. Terus, bagaimana cara kita memulainya ?.
Urban farming dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti dengan menanam dengan hidroponik, vertikultur dan lain sebagainya. Hidroponik mungkin sudah mulai familiar bagi masyarakat perkotaan, yaitu menanam dengan menggunakan media air tanpa tanah. Namun, cara ini akan merepotkan bagi sebagian orang karena membutuhkan perawatan extra. Cara yang mudah untuk memulai urban farming adalah dengan vertikultur. Vertikultur adalah menanam dilahan yang sempit secara bertingkat atau vertikal. Contonya menanam sayuran yang bisa dipanen untuk dimasak sendiri. Media tanam yang digunakan berupa kompos dan tanah yang di letakan pada paralon air, botol bekas, maupun pot bunga.
Cara menanam sama seperti menanam pada umumnya hanya medianya saja yang berbeda. Cukup melubangi paralon air dengan dia meter 1,5 m sampai 2 m secara berbaris. Lubang tersebut nantinya digunakan untuk memasukan tanah sebagai media tanam. Setelah melubangi paralon dengan lubang besar (1,5 m-2m ) membuat kembali lubang kecil pada sisi-sisi paralon tersebut, bisa menggunakan paku atau obat nyamuk bakar. Menyiapkan campuran tanah gembur, sekam,arang dan pupuk organik, memasukan kedua campuran tersebut ke dalam paralon air.
Selanjutnya menanam benih seperti bertanam pada umumnya. Sedangkan, jika menggunakan botol bekas, langkah pertama yaitu memotong botol bagian atas (sesuai keinginan). Langkah selanjunya sama dengan menggunakan paralon air. Yang perlu diperhatikan saat menggunakan botol bekas atau pot/polybag adalah peletaknya. Tanaman kita akan terlihat rapih jika media tersebut dibuatan tempat seperti rak bertingkat. Tujuannya adalah untuk menghemat tempat dan memudahkan cahaya masuk serta pada saat penyiramaan.
Jika ibu-ibu kesulitan dalam memulai atau belum begitu paham dengan konsep urban farming, Pemerintah DKI Jakarta telah meluncurkan program kerja kelompok petani 4.0 melalui "Balkot Farm". Menurut Kepala Dinas Kominfotik DKI Jakarta yang terkutip di situs balkotfarm.jakarta.go.id menyatakan balkot farm dapat menjadi sarana para petani kota di Jakarta dalam bentuk FGD dan kemitraan. Bercocok tanam di kota pun menjadi mudah dengan cara tersebut, tak perlu lahan luas. Manfaat dari "urban farming" pun dapat kita rasakan.
Contohnya, ibu-ibu akan selalu mendapatkan sayuran segar saat panen, menambah estetika dengan penempatan yang tepat, bahkan jika hasil tanaman melimpah ibu-ibu bisa menghasilkan pundi rupiah saat dijual. Dengan menggunakan barang bekas, sperti botol air minum, pipa/paralon air bekas yang tidak berguna, ibu-ibu bisa mendaur ulang kembali sampah/barang yang dibuang menjadi produk baru yang dapat digunakan. Asupan keluarga sehat dengan sayuran yang ibu-ibu tanam sendiri serta dapat mengurangi pencemaran lingkungan dengan memanfaatkan kembali sampah botol plastik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H